18 Mei 2008

Prof. Sutaryo

Ada cara ”mudah” mendeteksi seseorang menderita penyakit demam berdarah atau tidak, yakni dengan melihat perubahan darah. Jika sel darah limfosit warna biru seseorang mencapai 4 persen, berarti sudah merupakan indikasi bahwa yang bersangkutan menderita penyakit tersebut.

Hal itu ditegaskan berulang-ulang oleh Prof Sutaryo (57) dalam perbincangan di Yogyakarta pada pertengahan Januari 2006. Sutaryo—kini Ketua Komite Medis Rumah Sakit (RS) Sardjito, Yogyakarta, serta staf pengajar Fakultas Kedokteran UGM—menekuni penyakit demam berdarah (DB) sejak tahun 1970-an atau tiga tahun sebelum lulus sebagai dokter dari Fakultas Kedokteran UGM.

Menurut Sutaryo, diagnosis DB bagi dokter pada demam hari pertama sampai hari keempat sangat sulit karena penyakit yang disebabkan oleh virus, misalnya flu tulang atau influenza, gejalanya mirip satu sama lain.

”Nah, apa ada cara pemeriksaan sederhana sekaligus murah serta dapat dilakukan di puskesmas dan hari itu juga selesai?” katanya.

Dari pengalaman menangani DB itulah lalu muncul ide melakukan pemeriksaan limfosit warna biru dan berhasil sehingga mengantarkannya meraih gelar doktor dari UGM dengan disertasi berjudul Limfosit Plasma Biru (Arti Diagnostik dan Sifat Imunologik pada Infeksi Dengue). Sel darah limfosit warna biru yang juga dikenal dengan nama limfosit plasma biru (LPB) pernah diumumkan pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak ke-4 di Yogyakarta tahun 1978.

Menyusul penemuan Sutaryo, di setiap blangko pemeriksaan laboratorium untuk penderita DB kini dimasukkan kolom-kolom pemeriksaan LPB. Ini tentu saja lebih mempermudah dokter menangani pasien DB. Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1986 mengeluarkan kriteria, tetapi ternyata tidak bisa difungsikan untuk diagnosis dini.

Untuk menyusun disertasinya pada tahun 1991, Sutaryo mengambil sampel 433 anak sehat, kemudian didapat angka rata-rata LPB 0,9 persen. Di daerah penelitian dijumpai pula anak yang telah mendapat zat antiterhadap infeksi dengue sebanyak 74 persen.

Batas LPB yang ditolerir adalah 4 persen, katanya, dapat dipilah antara penderita dan yang bukan penderita dengue. ”Ini sangat menolong penegakan diagnosis di daerah, mengingat LPB tidak dipengaruhi status gizi yang baik atau buruk, demikian pula pemberian obat-obatan sebelum dirawat di rumah sakit,” tutur dokter yang mendapat pangkat profesor pertengahan tahun lalu.

Penyakit DB, kata Sutaryo, sudah tersebar luas di dunia, di mana infeksi oleh virus dengue merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian, terutama pada anak di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, dengue ringan muncul tahun 1799, sedangkan bentuk penyakit berat baru tampak pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. Setelah itu, menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Letusan besar penyakit ini terjadi tahun 1988 dengan jumlah kasus 47.573 dan jumlah penderita yang meninggal sebanyak 1.527 orang.

”Banyak faktor yang menyebabkan Indonesia tidak habis DB-nya. Antara lain dokter tidak disiplin memonitor pasien,” katanya lagi.

Ia menambahkan, RS Sardjito/FK UGM sudah melakukan penelitian dan mempunyai tata cara pengelolaan DB yang sederhana, yakni dengan monitor DB gaya Yogyakarta. Apa itu gaya Yogyakarta? ”Kombinasi pemeriksaan setiap enam jam plus laboratorium sederhana, cukup untuk merawat penderita DB. Murah tur slamet, tak perlu ICU (intensive care unit),” kata Sutaryo.

Petani
Dilahirkan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Yogyakarta, Sutaryo kecil memperoleh didikan ayah (Sastrodibroto, pegawai sosial di kantor desa) dan ibunya (dipanggil Simbok) dalam suasana keprihatinan. ”Simbok saya itu buta huruf, lho. Tetapi, mata batinnya sejuk dan pandangannya jauh ke depan,” tuturnya.

Seluruh anak keluarga Sastrodibroto (11 orang, Sutaryo nomor tujuh) adalah lulusan UGM. Demikian diungkapkan oleh Yupratomo Dwi Putranto, salah satu keponakannya yang kini tinggal di Jakarta.

”Ayah memberi olah batin yang kuat. Simbok memberi semangat ketekunan. Kami memang dari keluarga petani desa...,” ujar Sutaryo. Latar belakang ini membuat ia senang berkebun, di sela-sela memberi kuliah dan praktik swasta di depan kawasan Ambarrukmo, Yogyakarta

Suami Iskatarismiyanti dan bapak satu anak (Agustina Istaryanti) itu semasa kuliah sempat menjadi pemandu wisata, kemudian bermain drama yang berlanjut ke ketoprak. Juga menjadi wartawan, penulis kolom semasa koasisten di bagian bedah, serta mengisi rubrik tetap di sebuah radio swasta. Di samping itu, Sutaryo aktif pula di bidang olahraga—pencak silat, voli, dan sepak bola—serta menari klasik dan paduan suara.

”Kesenangan menulis menjadikan saya ikut melahirkan beberapa majalah dan sempat menjadi redaksi, antara lain, di Berita Kedokteran Masyarakat, Berita Efkagama, dan Farmacia,” katanya. Buku yang ia tulis pun cukup banyak. Terakhir di bawah judul Dengue terbitan Medika FK-UGM. Ia juga menulis buku praktis Mengenal Demam Berdarah. Buku ini merupakan rangkuman pengalaman menangani DB.

”Penjelasan untuk keluarga harus lain dengan penjelasan untuk tenaga profesional sehingga istilah medis yang sukar diupayakan dihindari,” tutur Sutaryo. Karena jiwa sosialnya tinggi, ia sering menggratiskan biaya bagi pasien. ”Yang penting mereka sembuh lahir-batin....” (Djoko Poernomo, Kompas, 27 Januari 2006)e-ti

Thomas Alva Edison

Thomas Alva Edison, seorang penemu terbesar di dunia. Bayangkan, ia menemukan 3.000 penemuan, diantara-nya lampu listrik, sistim distribusi listrik, lokomotif listrik, stasiun tenaga listrik, mikrofon, kinetoskop (proyektor film), laboratori-um riset untuk industri, fonograf (berkembang jadi tape-recorder), dan kinetograf (kamera film).

Ia anak bungsu dari tujuh bersaudara, lahir tanggal 11 Februari 1847 di Milan, Ohio, Amerika Serikat. Buah perkawinan Samuel Ogden, keturunan Belanda dengan Nancy Elliot. Sebagaimana umumnya orangtua, Samuel dan Nancy menyambut kelahiran anaknya dengan suka-cita. Tidak ada hal aneh dalam proses kelahiran anak ini. Namun setelah anak ini mulai bertumbuh, terlihat hal-hal ‘aneh’ yang membuatnya lain dari anak yang lain. Bayangkan, pada usia enam tahun ia pernah mengerami telur ayam.

Setelah berumur 7 tahun, ia masuk sekolah. Tapi malang, tiga bulan kemudian ia dikeluarkan dari sekolah. Gurunya menilainya terlalu bodoh, tak mampu menerima pelajaran apa pun. Untunglah ibunya, Nancy, pernah berprofesi guru. Sang ibu mengajarnya membaca, menulis dan berhitung. Ternyata anak ini dengan cepat menyerap apa yang diajarkan ibunya.

Anak ini kemudian sangat gemar membaca. la membaca berbagai jenis buku. Berjilid-jilid ensiklopedi dibacanya tanpa jemu. Ia juga membaca buku sejarah Inggris dan Romawi, Kamus IPA karangan Ure, dan Principia karangan Newton, dan buku Ilmu Kimia karangan Richard G. Parker.

Selain itu, ia juga anak yang sangat memahami kondisi ekonomi orangtuanya. Pada umur 12 tahun ia tak enggan jadi pengasong koran, kacang, permen, dan kue di kereta api. Sebagian keuntungannya diberikan kepada orang tuanya. Hebatnya, saat berjualan di dalam kereta api itu, ia gemar pula melakukan berbagai eksprimen. Bahkan sempat menerbitkan koran Weekly Herald. Suatu ketika, saat bereksprimen, sebuah gerbong hampir terbakar karena cairan kimia tumpah. Kondektur amat marah dan menamparnya hingga pendengarannya rusak.

Kemudian sejarah ilmu pengetahuan mencatat nama orang yang hidup tahun 1847-1931 ini (meninggal di West Orange, New York, pada tanggal 18 Oktober 1931 pada usia 84 tahun), sebagai penemu terbesar di dunia dengan 3000 penemuan. Ia bahkan pernah menemukan 400 macam penemuan dalam masa 13 bulan. *e-ti/tian dari berbagai sumber

Susilo Bambang Yudhoyono

Ini dia Presiden Republik Indonesia pertama hasil pilihan rakyat secara langsung. Lulusan terbaik Akabri (1973) yang akrab disapa SBY dan dijuluki 'Jenderal yang Berpikir', ini berenampilan tenang, berwibawa serta bertutur kata bermakna dan sistematis. Dia menyerap aspirasi dan suara hati nurani rakyat yang menginginkan perubahan yang menjadi kunci kemenangannya dalam Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004.

Berpasangan dengan Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, paduan dwitunggal ini menawarkan program memberikan rasa aman, adil dan sejahtera kepada rakyat. Pasangan ini meraih suara mayoritas rakyat Indonesia (hitungan sementara 61 persen), mengungguli pasangan Megawati Soekarnoputri - KH Hasyim Muzadi.

Popularitas dengan enampilan yang tenang dan berwibawa serta tutur kata yang bermakna dan sistematis telah mengantarkan SBY pada posisi puncak kepemimpinan nasional. Penampilan publiknya mulai menonjol sejak menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI (1998-1999) dan semakin berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri).

Ketika reformasi mulai bergulir, SBY masih menjabat Kaster ABRI. Pada awal reformasi itu, TNI dihujat habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta institusinya. "Penghujatan terhadap TNI itu menurut saya tak lepas dari format politik Orde Baru dan peran ABRI waktu itu," katanya. Maka, Tokoh Indonesia DotCom menjulukinya sebagai 'mutiara di atas lumpur'.

Banyak orang mulai tertarik pada sosok militer yang satu ini. Pada saat institusi TNI dan oknum-oknum militernya dibenci dan dihujat, sosok SBY malah mencuat bagai butiran permata di atas lumpur. (Hampir sama dengan pengalaman Jenderal Soeharto, ketika enam jenderal TNI diculik dalam peristiwa G-30-S/PKI, 'the smiling jeneral' itu berhasil tampil sebagai 'penyelamat negeri' dan memimpin republik selama 32 tahun. Sayang, kemudian jenderal berbintang lima ini terjebak dalam budaya feodalistik dan kepemimpinan militeristik. Pengalaman Pak Harto ini, tentulah berguna sebagai guru yang terbaik bagi pemimpin nasional negeri ini).

Lulusan Terbaik

Siapakah Susilo Bambang Yudhoyono yang berhasil meraih pilihan suara hati nurani rakyat pada era reformasi dan demokratisasi itu?

Pensiunan jenderal berbintang empat berwajah tampan dan cerdas, ini adalah anak tunggal dari pasangan R. Soekotji dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya R. Soekotji yang pensiun sebagai Letnan Satu (Peltu). Sementara ibunya, Sitti Habibah, putri salah seorang pendiri Ponpes Tremas, mendorongnya menjadi seorang penganut agama Islam yang taat. Dalam dirinya pun mengalir kental jiwa militer yang relijius.

Selain itu, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) angkatan 1973, ini juga memiliki garis darah biru, sebagai keturunan bangsawan Jawa yang mengalir dari dua arah dan berujung pada Majapahit dan Sultan Hamengkubuwono II. Kakeknya dari pihak ayah, bernama R. Imam Badjuri, adalah anak dari hasil pernikahan Kasanpuro (Naib Arjosari II - darah biru Majapahit) dan RM Kustilah ( sebagai turunan kelima trah Sultan Hamengkubuwono II bernama asli RA Srenggono). Bahkan dalam silsilah lengkapnya, SBY juga memiliki garis keturunan dari Pakubuwono.

Kendati SBY anak tunggal, dia hidup dengan prihatin dan kerja keras. Pada saat sekolah di Sekolah Rakyat Gajahmada (sekarang SDN Baleharjo I), SBY tinggal bersama pamannya, Sasto Suyitno, ketika itu Lurah Desa Ploso, Pacitan. Prestasinya saat SR sudah menonjol.

Dalam proses pengasuhan yang berdisiplin keras, pada masa kecil dan remajanya, SBY juga mengasah dan menyalurkan bakat sebagai penulis puisi, cerpen, pemain teater dan pemain band.

Pria tegap yang memiliki tinggi badan sekitar 175 cm, kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949, ini senang mengikuti kegiatan kesenian seperti melukis, bermain peran dalam teater dan wayang orang. Beberapa karya puisi dan cerpennya sempat dikirimkan ke majalah anak-anak waktu itu, misalnya ke Majalah Kuncung. Sedangkan aktivitas bermain band masih dilaksanakan hingga tingkat satu Akabri Darat sebagai pemegang bas gitar. Sesekali masih juga menulis puisi.

Di samping kesenian, ia juga menyukai dunia olah raga seperti bola voli, ia senang travelling, baik jalan kaki, bersepeda atau berkendaraan. Sedangkan olah raga bela diri hingga saat ini masih aktif dilakukan.

Tekadnya menjadi prajurit mengental saat kelas V SR (1961) berkunjung ke AMN di kampus Lembah Tidar Magelang.

"Saya tertarik dengan kegagahan sosok-sosok taruna AMN yang berjalan dan berbaris dengan tegap waktu itu. Ketika rombongan wisata singgah ke Yogyakarta, saya sempatkan membeli pedang, karena dalam bayangan saya, tentara itu membawa pedang dan senjata," kenang SBY.

Mewarisi sikap ayahnya yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka dia pun sempat menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).

Namun kemudian, SBY malah memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Selagi belajar di PGSLP Malang itu, ia pun mempersiapkan diri untuk masuk Akabri.

Tahun 1970, dia pun masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.

Saat menempuh pendidikan di Akademi Militer, itu, SBY berkenalan dengan Kristiani Herrawati, putri Sarwo Edhie. Saat itu, Mayjen Sarwo Edhi Wibowo, menjabat Gubernur Akabri. Perkenalan terjadi saat SBY menjabat sebagai Komandan Divisi Korps Taruna.

Perkenalan itu berlanjut dengan berpacaran, bertunangan dan pernikahan. Mereka dikarunia dua orang putra Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara, Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).

Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS.

Karir Militer
Dalam meniti karir, SBY sangat mengidolakan Sarwo Edhi yang tidak lain adalah bapak mertuanya sendiri. Dalam pandangannya, Sarwo Edhi adalah seorang prajurit sejati. Jiwa dan logika kemiliterannya amat kuat. Selain belajar strategi, taktik, dan kepemimpinan militer, mertuanya itu amat sederhana dalam hidup dan teguh dalam memegang prinsip-prinsip yang diyakini.

Perjalanan karier militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.

Batalyon Linud 330 merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17 Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer. Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma, Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas Udara 305/Tengkorak.

SBY, sebagai komandan peleton, giat berlatih bersama anak buahnya sehingga peletonnya sering kali menjadi andalan bagi Kompi A dalam setiap kegiatan latihan bersama kompi-kompi lainnya di tingkat batalyon. Selain itu, ia juga mendapat tugas tambahan memberi les pengetahuan umum dan bahasa Inggris bagi semua anggota batalyon.

Kefasihan berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975.

Kemudian sekembali ke tanah air, ia memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Dia pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur.

Sepulang dari Timor Timur, ia menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977). Setelah itu, ia ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban Muda Sops SUAD (1981-1982).

Ketika bertugas di Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat. Dari tahun 1982 hingga 1983, ia mengikuti Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983. Kemudian mengikuti Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan dia menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)

Lalu dia dipercaya menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989.

Dia pun sempat menjadi Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, ia ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993).

Lalu, dia kembali bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995).

Tak lama kemudian, dia dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Ia menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina.

Setelah kembali dari Bosnia, ia diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996), hanya sekitar lima bulan. Saat itu Pangdam Jaya dijabat Mayjen TNI Sutiyoso, yang menggantikan Mayjen TNI Wiranto yang diangkat menjadi Panglima Kostrad. Pada saat menjabat sebagai Kasdam Jaya, terjadi peristiwa 27 Juli 1996, yang menyeret namanya menjadi salah seorang saksi dalam pengungkapan kasus tersebut.

Kemudian dia menjabat Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999). Penampilan publiknya mulai menonjol saat menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI tersebut.

Pada masa menjabat Kaster ABRI ini reformasi mulai bergulir. TNI dihujat habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta institusinya. Dia pun berperan banyak dalam upaya mereposisi peran TNI (ABRI). Rafermasi TNI dimulai pada masa ini.

Karir Politik

Sementara, langkah karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Ketika itu ia masih berpangkat letnan jenderal dan akhirnya pensiun dengan pangkat jenderal kehormatan.

Tak lama kemudian, SBY pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat Menkopolsoskam untuk menggantikan Jenderal Wiranto yang terpaksa mengundurkan diri sebagai Menkopolsoskam.

Popularitasnya semakin berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri).

Tugas terberatnya sebagai Menko Polkam adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia bahwa keamanan di Indonesia dapat diwujudkan. Faktor keamanan inilah yang sering dijadikan investor asing untuk membatalkan rencana investasinya di Indonesia. Sedangkan dari dalam negeri, masyarakat sering kali merasa was-was dengan berbagai gangguan seperti teror bom yang kerap terjadi.

Persoalan lainnya adalah, upaya menghentikan pertikaian di daerah konflik, yang secara perlahan memperlihatkan kemajuan. Namun, karena besarnya masalah yang dihadapi, keberhasilan tugasnya itu sering tidak ditanggapi serius. Masih banyak pekerjaan besar menunggu untuk segera diselesaikan.

Menghadapi tugas berat, ternyata menjadi bagian sejarah hidup SBY yang sebelum menjadi menteri sempat diprediksi bakal menjadi orang nomor satu di lingkungan militer. Ketika Presiden KH Abdurrahman Wahid berkuasa, ia sempat diberi tugas untuk melobi keluarga mantan Presiden Soeharto. Maksud langkah persuasif yang dilakukannya itu agar keluarga cendana bersedia memberikan sebagian hartanya kepada rakyat dan bangsa. Khususnya untuk membawa pulang harta keluarga Soeharto yang diperkirakan masih tersimpan di luar negeri. Padahal saat itu masyarakat tengah menunggu dengan seksama hasil peradilan orang kuat Orde Baru tersebut.

Presiden Wahid pada awal tahun 2001 pernah memintanya untuk membentuk Crisis Centre. Dalam lembaga nonstruktural ini Presiden Wahid meminta Yudhoyono menjabat sebagai Ketua Harian dan menempatkan pusat informasi atau kegiatan (operation centre) di kantor Menko Polsoskam. Lembaga baru ini berfungsi untuk memberikan rekomendasi kepada Presiden Wahid dalam menjawab berbagai persoalan. Termasuk di antaranya sikap Kepala Negara dalam merespon pemberian dua memorandum oleh DPR.

Kisah ketika dia menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) mengukir kisah tersendiri.
Walau berulang kali menerima kepercayaan bukan berarti Yudhoyono ‘lembek’ dalam menghadapi Presiden Wahid. Ketika terdengar kabar Presiden Wahid ngotot akan menerbitkan dekrit pembubaran DPR, maka, bersama Panglima TNI Laksamana Widodo AS dan jajaran petinggi TNI lainnya, ia meminta Gus Dur mengurungkan niatnya.

Puncaknya, pada 28 Mei 2001, bersama beberapa menteri tidak merekomendasikan rencana Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden. Bahkan tidak bersedia melaksanakan Maklumat Presiden yang menugaskannya sebagai Menkopolsoskam untuk mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi krisis, memelihara keamanan, ketertiban dan hukum.

Akibatnya ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan Menkopolsoskam pada 1 Juni 2001, kerena menolak rencana Presiden mengeluarkan Dekrit. Ketika ia ditawari jabatan Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri namun ditolaknya.

Lalu pada Sidang Istimewa MPR-RI, 25 Juli 2001, ia dicalonkan memperebutkan jabatan Wakil Presiden yang lowong setelah Megawati Soekarnoputri dipilih menjadi presiden. Ia bersaing dengan Hamzah Haz dan Akbar Tandjung.

Pada 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Dia pun tampak menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu pelaksanaan tugasnya adalah mengumumkan pemberlakuan status darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 19 Mei 2003, serta proses penyelesaian konflik Ambon dan Poso.

Hal itu sangat menguntungkan SBY yang sudah berancang-ancang untuk merebut kursi presiden. Kemudian popularitasnya makin memuncak. Pertama kali dia masuk bursa calon presiden, ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia menimangnya menjadi salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden. Kemudian, Partai Demokrat yang dibidani dan didirikan bersama beberapa koleganya menyebutnya sebagai calon presiden, bukan calon wakil presiden.

Lalu iklan damainya muncul di berbagai stasiun televisi. Ia pun menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan soal tidak dilibatkannya dia dalam beberapa kegiatan kabinet yang menyangkut masalah politik dan keamanan. Lalu, suami Presiden Megawati, Taufik Kiemas menyebutnya kekanak-kanakan karena dinilai melapor kepada wartawan bukan kepada presiden (1/3/2004). Ia pun beruntung karena pers dan beberapa pengamat membangun opini bahwa ia sedang ditindas oleh Taufik Kiemas, suami Megawati.

Dalam pada itu, dua kali rapat kordinasi bidang Polkam batal dilakukan karena ketidakhadiran para menteri terkait. Tampaknya para menteri terkait tak lagi mempercayai dan menurutinya. Lalu pada 9 Maret 2004, dia pun menyurati Presiden Megawati mempertanyakan kewenangannya sekaligus minta waktu bertemu. Namun, Presiden tidak menjawab surat itu. Mensesneg Bambang Kusowo kepada pers mengatakan tidak seharusnya seorang menteri (pembantu presiden) mesti membuat surat meminta bertemu dengan presiden. Dia pun diundang mengahadiri rapat menteri terbatas. Tapi ia tidak datang.

Ia merasa suratnya tak ditanggapi. Lalu pada 11 Maret 2004, ia memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam karena merasa kewenangannya sebagai Menko Polkam telah diambil-alih oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada situasi itu, M. Jusuf Kalla, yang menjabat Menko Kesra, menemuinya. Lalu, malam harinya, di sebuah hotel, ia bertemu Abdurrahman Wahid yang diisukan sudah sejak beberapa waktu menimangnya menjadi calon presiden dari PKB.

Jenderal yang simpatik, tampan, mudah senyum dan memikat banyak perempuan ini, ketika mengumumkan permintaan pengunduran dirinya, mengatakan "Sesuai dengan hak politik saya, jika nanti pada saatnya ada partai politik, katakanlah Partai Demokrat dan dengan gabungan partai lain yang mengusulkan saya sebagai calon presiden, insya Allah saya bersedia."

Keputusan pengunduran dirinya dinilai berbagai pihak suatu keputusan yang elegan. Dalam perjalanan kariernya, Yudhoyono, memang selalu ingin tampak elegan baik dalam bertutur maupun bersikap. Sikap itu terlihat dalam beberapa peristiwa penting yang melibatkan langsung menantu Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo itu.

Langkah pengunduran diri ini dinilai berbagai pihak membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Polling TokohIndonesia DotCom menempatkannya sebagai calon wakil presiden yang paling puncak.

Dwitunggal SBY-JK

Proses pengunduran dirinya yang terkesan akibat tersisihkan dalam Kabinet Megawati telah mengangkat populeritasnya. Popularitasnya semakin menonjol. Ia seorang yang beruntung memiliki popularitas politik menggungguli para tokoh poltik lainnya yang justru sebelumnya meminangnya sebagai Calon Wakil Presiden. Popularitasnya telah mendongkrak perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu legislatif 2004 yang menduduki peringkat lima dan mengantarkannya menjadi calon presiden.

Tak lama setelah Pemilu Legislatif April 2004, SBY pun secara resmi meminta kesediaan M. Jusuf Kalla mendampinginya sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Pasangan ideal ini dicalonkan Partai Demokrat, PKPI dan PBB.

Pada Pemilu Presiden putaran pertama 5 Juli 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla ini memperoleh 39.838.184 suara (33,574 persen) diikuti pasangan Megawati-Hasyim Muzadi 31.569.104 suara (26,60 persen). Kedua pasangan itu maju ke Pemilu Presiden tahap kedua 20 September 2004.

Sementara perolehan suara tiga pasangan Capres-Cawapres lainnya yakni di urutan tiga Wiranto-Salahuddin Wahid meraih 26,286,788 suara (22,154%), urutan empat Amien Rais-Siswono Yudo Husodo 17,392,931suara (14,658%), dan urutan lima Hamzah Haz-Agum Gumelar 3,569,861suara (3,009%).

Dalam aturan main Pemilu Presiden ditetapkan jika dalam putaran pertama tidak ada pasangan Capres-Cawapres yang meraih 50% + 1n suara dengan sedikitnya 20 persen di setiap provinsi dan tersebar lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, maka peraih suara terbanyak 1 dan 2 ditetapkan untuk maju ke putaran kedua Pemilu Presiden.

Hasil rekapitulasi penghitungan suara dari 32 provinsi ditambah hasil pemilu di luar negeri, jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya 121.293.844 orang, atau 78,22 persen dari pemilih terdaftar 155.048.803, lebih rendah dari pemilu legislatif yang 84,07 persen.

Pasangan Yudhoyono-Jusuf meraih kemenangan di 17 provinsi, termasuk di luar negeri. Pasangan Megawati-Hasyim mengungguli pasangan calon lainnya di enam provinsi. Pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid meraih kemenangan di tujuh provinsi. Pasangan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo meraih kemenangan di dua provinsi. Pasangan Hamzah Haz-Agum Gumelar tidak memenang di satu pun provinsi.

Kemudian pada Pemilu Presiden putara kedua 20 September 2004, SBY-JK meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen, mengungguli pasangan Mega-Hasyim yang meraih kurang dari 40 persen suara.

Tinggal di Istana

Menjawab pertanyaan wartawan (24/9/2004), akan tinggal di mana setelah dilantik menjadi presiden, SBY menjawab: "Istana. Saya memilih akan tinggal di sana setelah dilantik." Pilihannya beserta keluarga untuk tinggal di Istana Negara didasarkan pada alasan akan lebih efisien dan efektif bagi pelaksanaan tugasnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Menurutnya, di istana akan memudahkan pengaturan kegiatan. Tidak akan terlalu menghambat lalu lintas, pengamanan akan lebih mudah, tamu-tamu akan mudah pengaturan dan pendataannya, dan demi penghematan juga. "Kalau saya tinggal di luar istana, pasti diperlukan pembangunan sejumlah fasilitas yang sebetulnya tidak diperlukan jika saya tinggal di istana," katanya. ►crs

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)


Ir, Soekarno (Bung Karno)

Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, menganut ideologi pembangunan ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan dengan bantuanmu.

Ia mengajak negara-negara sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI.

Tokoh pencinta seni ini memiliki slogan yang kuat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur. Ideologi pembangunan yang dianut pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), ini bila dilihat dari buku Pioneers in Development, kira-kira condong menganut ideologi pembangunan yang dilahirkan kaum ekonom yang tak mengenal kamus bahwa membangun suatu negeri harus mengemis kepada Barat. Tapi bagi mereka, haram hukumnya meminta-minta bantuan asing. Bersentuhan dengan negara Barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan, justru mencelakakan si melarat (negara miskin).

Bagi Bung Karno, yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan — agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat — hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.

Itulah Bung Karno yang berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri di atas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belum sampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (noekolonialisme).

Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasio-nalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan me-lanjutkan ke THS (Technische Hooge-school atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, si penjajah, menjebloskannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul ‘Indonesia Menggugat’, dengan gagah berani ia menelanjangi kebobrokan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas (1931), Bung Karno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik sangat hebat. Ia pun tak mau membubarkan PKI yang dituduh oleh mahasiswa dan TNI sebagai dalang kekejaman pembunuh para jenderal itu. Suasana politik makin kacau. Sehingga pada 11 Maret 1966 ia mengeluarkan surat perintah kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Supersemar. Tapi, inilah awal kejatuh-annya. Sebab Soeharto menggunakan Supersemar itu membubarkan PKI dan merebut simpati para politisi dan mahasiswa serta ‘merebut’ kekuasaan. MPR mengukuhkan Supersemar itu dan menolak pertanggungjawaban Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Kemudian Bung Karno ‘dipenjarakan’ di Wisma Yaso, Jakarta. Kesehatannya terus memburuk. Akhirnya, pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi ini meninggalkan 8 orang anak. Dari Fatmawati mendapatkan lima anak yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Dari Hartini mendapat dua anak yaitu Taufan dan Bayu. Sedangkan dari Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mendapatkan seorang putri yaitu Kartika.

Orator Ulung
Presiden pertama RI itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialis-me dan imperialisme. Ia juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat.

“Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat,” kata Bung Karno, dalam karyanya ‘Menggali Api Pancasila’. Suatu ungkapan yang cukup jujur dari seorang orator besar.

Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya. Hal ini tercermin dalam autobiografi, karangan-karangan dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya.

Ia adalah seorang cen-dekiawan yang meninggal-kan ratusan karya tulis dan beberapa naskah dra-ma yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbit-kan dengan judul “Diba-wah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno.

Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut tulisan pertama yang bermula dari tahun 1926, dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme, dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya, seorang pemuda berumur 26 tahun.

Di tengah kebesarannya, sang orator ulung dan penulis piawai, ini selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan kesepian dan tak suka tempat tertutup.

Di akhir masa kekuasaannya, ia sering merasa kesepian. Dalam autobio-grafinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat itu, bercerita. “Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.... Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.”

Dalam bagian lain disebutkan, “Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil... Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu... Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.”

Anti Imperialisme
Pada 17 Mei 1956. Bung Karno mendapat kehormatan menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat. Sebagaimana dilaporkan New York Times (halaman pertama) pada hari berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih ia menyerang kolonialisme.

“Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme, telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Tetapi, perjuangan itu masih belum selesai. Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan?” pekik Soekarno ketika itu.

Hebatnya, meskipun pidato itu dengan keras menentang kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS).

Pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno yang sejak masa mudanya antikolonialisme. Terutama pada periode 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah jelas dikedepankannya.

Sangat jelas dan tegas ingatan kolektif dari pahitnya kolonialisme yang dilakukan negara asing yang kaya itu. Namun, kata dan fakta adalah dua hal yang berbeda, dan tak jarang saling bertolak belakang.

Soekarno dan para penggagas nasionalisme lainnya dipaksa bergulat di antara “kata” dan “fakta” politik yang dicoba dirajut namun ternyata tidak mudah, dan tak jarang menemui jalan buntu.

Soekarno yang rajin berkata-kata, antara lain mengenai gagasan besarnya menyatukan kaum nasionalis, agama dan komunis (1926) menemukan kenyataan yang sama sekali bertolak belakang, ketika ia mencobanya menjadi fakta. Begitu pula gagasan besarnya yang lain: marhaenisme, atau nasionalisme marhaenistis, yang matang dikonsepsikan pada tahun 1932. Bahkan, gagasannya mengenai Pancasila.

Tokoh Kontroversial
Sebagai sosok yang memiliki prinsip tegas, Bung Karno kerap dianggap sebagai tokoh kontroversial. Maka tak heran jika dia memiliki lawan maupun kawan yang berani secara terang-terangan mengritik maupun membela pandangannya. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang “kurang islami”. Mereka bahkan menggolongkannya sebagai gembong kelompok “nasionalis sekuler”.

Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah Qaida adzima min quwada harkat al-harir fii al-balad al-Islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di dalam negeri diperdebatkan, justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai, “lam yakun ila shuratu min shara asy syuraa’ allatiy ja’alha al-Qur’an sya’ana min syu’un al-mu’minin” (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).

Tatkala memuncak ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina ketika itu, pers sensasional Arab menyambut Bung Karno, “Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba”. Begitu pula, Tahta Suci Vatikan memberikan tiga gelar penghargaan kepada presiden dari Republik yang mayoritas Muslim itu.

Memang, pembelaan Bung Karno terhadap kaum tertindas tidak hanya untuk negerinya namun juga negeri lain. Itulah sebabnya, mengapa ia dipuja habis oleh bangsa Arab yang tengah menghadapi serangan Israel kala itu. Bung Karno dianggap sebagai pemimpin kaum Muslim. Padahal, di dalam negeri sendiri ia kerap dipandang lebih sebagai kaum abangan daripada kaum santri.

Sebenarnya, seberapa religiuskah Bung Karno? Bukankah ia juga dalam konsepsi Pancasila merumuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa? Sila yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan mengakui lima agama. Bagaimana mungkin merangkum visi lima agama itu dalam satu kalimat yang mendasar itu kalau si pembuat kalimat tidak memahami konteks kehidupan beragama di Indonesia secara benar?

Dalam hal ini elok dikutip pendapat Clifford Geertz Islam Observed (1982): “Gaya religius Soekarno adalah gaya Soekarno sendiri.” Betapa tidak? Kepada Louise Fischer, Bung Karno pernah mengaku bahwa ia sekaligus Muslim, Kristen, dan Hindu. Di mata pengamat seperti Geertz, pengakuan semacam itu dianggap sebagai “bergaya ekspansif seolah-olah hendak merangkul seluruh dunia”. Sebaliknya, ungkapan semacam itu-pada hemat BJ Boland dalam The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1982)- “hanya merupakan perwujudan dari perasaan keagamaan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya Jawa”. Bagi penghayatan spiritual Timur, ucapan itu justru “merupakan keberanian untuk menyuarakan berbagai pemikiran yang mungkin bisa dituduh para agamawan formalis sebagai bidah”.

Sistem Politik
Soekarno memiliki pandangan mengenai sistem politik yang didukungnya adalah yang paling “cocok” dengan “kepribadian” dan “budaya” khas bangsa Indonesia yang konon mementingkan kerja sama, gotong-royong, dan keselarasan. Dalam retorika, ia mengecam “individualisme” yang katanya lahir dari liberalisme Barat. Individualisme itu melahirkan egoisme, dan ini terutama dicerminkan oleh pertarungan antarpartai.

Lalu ia mencetuskan Demokrasi Terpimpin. Dalam berpolitik Soekarno mementingkan politik mobilisasi massa, ia bersimpati pada gerakan-gerakan anti-imperialisme, dan mungkin sebagai salah satu konsekuensinya, penerimaannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor politik yang sah, pendukung konsepsi demokrasi terpimpin. Jadi ia mencanangkan sistem politik yang berwatak anti-liberal dan curiga pada pluralisme politik. Ia mementingkan “persatuan” demi “revolusi”.

Pada tahun 1950-an, Indonesia memang ditandai oleh ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh sistem demokrasi parlementer. Sistem ini bersifat sangat liberal, dan didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlemen. Pemilu 1955-yang dimenangkan empat kekuatan besar, Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI- hingga kini masih dianggap sebagai pemilu paling bebas dan bersih yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia. Namun, di sisi lain dari sistem parlemen yang dikuasai partai itu adalah sering jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa integritas nasional terus-menerus diancam oleh berbagai gerakan separatis, yakni DI/TI, PRRI/Permesta, dan sebagainya.

Kenyataan ini membuat Soekarno makin curiga pada partai politik karena dia menganggap Masyumi, dan juga PSI, terlibat dalam beberapa pemberontakan daerah.
Kemudian, Soekarno mendekritkan kembalinya Indonesia pada UUD 1945 karena kegagalan Konstituante untuk memutuskan UUD baru untuk Indonesia, akibat perdebatan berlarut-larut, terutama antara kekuatan nasionalis sekuler dan kekuatan Islam mengenai dasar negara. ► e-ti/crs, dari berbagai sumber

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)


14 Mei 2008

Wolfgang Amadeus Mozart

Para penggemar musik klasik pasti sudah mengenal nama komposer satu ini. Si genius Wolfgang Amadeus Mozart memang lahir untuk menjadi seorang musisi besar. Dia lahir di Salzburg, Austria pada tanggal 27 Januari 1756. Bakat musik dialirkan dari ayahnya yang merupakan seorang komposer dan pemain biola sukses pada masanya. Tidak heran kalau Mozart bersama kakaknya, Maria Anna, sudah diajarkan musik sejak dini.

Usia lima tahun, Mozart sudah mulai membuat sebuah komposisi kecil. Tahun berikutnya, dia bersama kakaknya diajak bergabung dalam orkestra ayahnya dan bermain ke Munich dan Wina. Mozart pada saat itu sudah bisa memainkan biola dengan fasih. Pada tahun 1763, saat berusia tujuh tahun, Mozart dan keluarga mulai keliling Eropa Barat untuk tampil dalam konser besar selama tiga tahun.

Di sela-sela waktunya, Mozart tetap meneruskan berkarya membuat komposisi sebuah sonata. Simfoni pertamanya selesai berbarengan dengan usianya yang baru menginjak sembilan tahun. Sedang karya opera pertamanya berhasil diselesaikan pada tahun 1768 di Wina.

Mozart kemudian banyak menghabiskan masa mudanya dari satu pagelaran ke pagelaran berikutnya. Di tengah kesibukannya bermain bersama sang ayah, Mozart masih sempat menyelesaikan tiga karya opera, delapan simponi, dan beberapa karya musik lainnya.

Prestasinya yang cemerlang ternyata tidak dibarengi dengan perjalanan karirnya. Mozart harus keliling kota-kota besar Eropa dulu untuk bisa mendapatkan posisi bagus. Akhirnya kota Paris membukakan pintu bagi Mozart untuk mempresentasikan komposisi simfoninya. Sayang, setelah konser perdana selesai, sang ibu meninggal dunia.

Mozart kemudian menikah dengan Constanze Weber dan dikaruniai enam anak namun hanya dua yang mampu bertahan. Walaupun secara finansial hidup mereka sekeluarga kekurangan karena gaya hidup berlebihan, Mozart tidak surut dalam memproduksi karya musik, bahkan cenderung produkstif. Beberapa karya terkenalnya lahir pada masa ini, diantaranya The Marriage of Figaro.

Setelah menyelesaikan beberapa karya simfoni dan opera, Mozart akhirnya meninggal dunia pada tanggal 5 Desember 1791.

- Dirangkum dari berbagai sumber.

Ismail Marzuki

Siapa yang tidak kenal dengan tembang Rayuan Pulau Kelapa, Sepasang Mata Bola dan Bandung Selatan di Waktu Malam? Tembang - tembang klasik tersebut adalah karya Ismail Marzuki, salah satu komposer dan pencipta lagu terbaik milik Indonesia. Komposisi yang diciptakannya masih dikenang orang hingga kini, begitu pula namanya diabadikan pada sebuah gedung kesenian besar di ibukota Jakarta.

Ismail Marzuki yang kelahiran Kwitang, Jakarta ini memang memiliki bakat seni yang sulit dicari bandingannya. Sosoknya pun mengagumkan. Ia terkenal sebagai pemuda yang berkepribadian luhur dan tergolong anak pintar. Ismail sejak muda senang tampil necis. Bajunya disetrika licin, sepatunya mengkilat dan ia senang berdasi.

Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang saat itu seorang pegawai di perusahaan Ford Reparatieer TIO. Pak Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh kalau kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan lagu-lagu.

Di rumah keluarga Marzuki ada gramofon dan piringan hitam yang cukup banyak jumlahnya. Jenis lagunya sendiri sangat beragam, mulai dari keroncong, jali-jali, cokek, sampai gambus. Ismail pun tak segan mengeluarkan uang sakunya untuk membeli piringan hitam lagu Barat, khususnya Perancis dan Italia. Banyak nantinya karya yang diciptakan Ismail memiliki irama Latin, seperti rumba, tango dan beguine. Ismail memang sangat menyukai lagu-lagu berirama itu.

Setelah menyelesaikan pendidikan MULO atau setingkat SLTP, Ismail kemudian mengikuti panggilan hatinya untuk bekerja dalam musik. Setelah sempat bekerja di sebuah toko penjual piringan hitam, Ismail akhirnya masuk ke perkumpulan orkes Lief Java. Di sini ia menjadi pemain gitar, saksofon dan akordion.

Karirnya semakin bersinar setelah Belanda membentuk sebuah radio yang diberi nama Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij (NIROM). Orkes Lief Java, tempat Ismail bermain, diberi kesempatan untuk mengisi siaran musik. Bakat dan jiwa musik Ismail makin berkembang luas. Selain makin banyak menggubah lagu, Ismail pun juga banyak menyanyi, dan suaranya banyak didengar dan dikenal masyarakat melalui NIROM.

Namun, sang ayah, walau pun menyukai dunia musik, tidak begitu setuju dengan karir Ismail di jalur musik. Beliau kuatir dengan asumsi masyarakat pada saat itu yang masih memandang rendah profesi seniman. Sebaliknya, Ismail tidak terpengaruh dengan pencitraan yang dibuat oleh Belanda tersebut. Bahkan setiap naik kelas, ia selalu minta dibelikan berbagai macam alat musik, macam harmonika, mandolin dsb.

Ismail yang memiliki bakat dan fasilitas bermusik yang besar tidak menyia-nyiakan karunia yang ada. Ia pun mengembangkan kemampuan musiknya lebih jauh lagi dengan mencoba untuk menggubah lagu. Karya pertamanya yang berjudul O Sarinah pun lahir di tahun 1931, ketika usianya 17 tahun. Tembang ini bermakna lebih dari sekadar nama seorang wanita, tetapi juga perlambang bangsa yang tertindas penjajah.

Ismail memang memiliki semangat cinta dan penuh pujaan terhadap Tanah Air. Peran sang ayah sangat besar dalam membentuk kepribadian tersebut. Beliau terus mendorong agar Ismail tidak kehilangan kepekaan terhadap nasib bangsanya dan mampu berkembang tanpa dikotak-kotakkan oleh golongan kesukuan.

Proses penciptaan musik dalam karir Ismail Marzuki dibagi dalam dua periode besar, yakni pada periode Hindia-Belanda dan periode pendudukan Jepang serta revolusi kemerdekaan. Pada periode pertama, karya Ismail banyak dipengaruhi oleh irama musik yang terkenal saat itu, yakni jazz, hawaiia, seriosa/klasik ringan dan keroncong. Karyanya yang terkenal adalah Keroncong Serenata, Kasim Baba, Bandaneira dan Lenggang Bandung.

Periode kedua pada jaman penjajahan Jepang, Ismail aktif dalam orkes radionya Jepang. Tembang-tembang macam Rayuan Pulau Kelapa, Sampul Surat, dan Karangan Bunga dari Selatan lahir di jaman ini. Sementara lagu-lagu perjuangan yang paling masyhur muncul semasa Revolusi Perang Kemerdekaan 1945-1950, antara lain Sepasang Mata Bola (1946), Melati di Tapal Batas (1947), Bandung Selatan di Waktu Malam (1948), Selamat Datang Pahlawan Muda (1949).

Dengan proses kreatif yang produktif dalam rentang 27 tahun menjadi komponis, Ismail Marzuki telah menciptakan lebih dari 200 lagu. Banyak penghargaan seni yang diberikan kepada Ismail karena dedikasi pada musik, perjuangan dan kecintaannya pada Tanah Air. Salah satunya adalah Piagam Wijayakusuma yang diberikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961.

- Dirangkum dari berbagai sumber.


Ludwig Van Beethoven

Inilah tokoh musik paling berpengaruh dalam peradaban manusia. Setiap karya musik yang diciptakannya selalu membawa gagasan baru yang cemerlang. Ludwig van Beethoven dikenal akan kejeniusannya dalam merangkai sonata-simfoninya dengan komposisi instrumen. Hal ini berbeda dengan komposer sebelumnya yang memakai melodi vokal ke dalam instrumen. Hasilnya, karya Beethoven terasa begitu menggugah dan bersemangat tinggi.

Beethoven lahir di kota Bonn, Jerman, pada tahun 1770. Ayahnya, Johann, seorang penyanyi dan pemain musik di sebuah orkestra. Sejak kecil Beethoven sudah diajari musik oleh ayahnya, dan karena memang bakatnya yang luar biasa, umur 12 tahun sudah mampu mempublikasikan karya musik pertamanya. Lima tahun setelah kematian ibunya di tahun 1787, ia memperdalam ilmu musik di Wina dengan berguru pada beberapa komposer. Setelah sempat bermain piano secara privat di kalangan bangsawan Wina, ia kemudian memulai debut di hadapan publik.

Sebagai seorang piano, ia dikagumi publik karena kepintaran, fantasi dan perasaannya yang begitu dalam ketika berimprovisasi. Semua talenta itu terlihat dalam karya-karya sonata gubahannya. Selama kurun waktu empat tahun, ia telah berhasil mempublikasikan komposisi empat sonata piano, tiga konserto piano, dua simfoni dan enam kuartet gesek. Tak lama kemudian ia memimpin simfoni pertamanya di Wina.

Namun, di balik semua kesuksesannya dalam bermusik, Beethoven ternyata harus berjuang dengan penyakit pada pendengarannya yang mulai mengganggu. Perlahan tapi pasti ia mulai merasakan penyakit telinganya bertambah parah. Namun semangat juangnya yang begitu tinggi tidak menenggalamkan Beethoven dalam kesedihan yang panjang. Justru pada saat genting tersebut, Beethoven berhasil menggubah beberapa simfoni heroik dan sonata piano yang kelak menjadi sangat legendaris.

Ia memang sangat peduli dengan rasa kemanusiaannya yang tinggi. Komposisi simfoni gubahannya selalu bernada heroik karena ia memang menyisipkan pesan moral akan kebebasan dan keadilan. Simfony Eroica no. 3 ia gubah karena kekagumannya dengan Napoleon sebelum menjadi seorang Kaisar, atau Simfony no. 5 yang terinspirasi oleh cerita perlawanan pasca Revolusi Perancis.

Berkat karya-karyanya yang begitu kuat dan tajam, Beethoven telah berhasil memantapkan dirinya menjadi seorang komposer besar pada masanya. Namun tak lama kemudian, ia harus melepaskan karirnya sebagai pianis seiring dengan pendengarannya yang sudah parah. Saat itulah ia meninggalkan Wina dan lebih banyak mengurung diri. Pada periode ini, Beethoven berhasil membuat komposisi gubahan Choral Simfony yang lebih bernada spiritual. Karyanya ternyata tidak hanya diminati di Wina, tapi meluas dari St. Petterburg, Rusia hingga London.

Pengembangan ide merupakan hal penting dalam proses kreatif lahirnya karya-karya Beethoven. Menurutnya, ide yang datangnya kadang bisa tiba-tiba itu sumbernya bisa beragam dan tidak terbatas. Ide bisa muncul di tengah alam bebas, hutan, ketika sedang berjalan atau dalam keheningan. Pada saat ide itu terpanggil oleh suasana hati, ia kemudian mewujudkannya dalam nada-nada. Proses kerjanya, menurut Beethoven, menyerupai seorang penyair yang bermain dengan kata-kata. "Saya bawa pemikiran saya ke dalam diri saya untuk jangka waktu lama, sering amat lama, sebelum saya menuliskannya," ujar Beethoven.

Setelah lima belas tahun berjuang dalam keheningan, Beethoven akhirnya meninggal dunia pada tahun 1827 di Wina. Konon, sekitar 10.000 orang hadir dalam upacara pemakaman untuk mengantarkan sang komposer ulung ke tempat istirahatnya yang terakhir. Beethoven memang bukan sekedar komposer biasa, namun telah menjadi seorang tokoh publik sekaligus pahlawan di masanya, sebuah predikat yang belum pernah disandang oleh seniman manapun sebelumnya.

- Dirangkum dari berbagai sumber.

Galileo Galilei

Apa jadinya kalau saat ini kita belum mengenal teleskop? Mungkin kita tidak bisa menyaksikan dengan seksama fenomena dekatnya planet Mars ke Bumi. Teleskop memang sangat membantu kita agar bisa menyaksikan secara dekat berbagai macam obyek yang berada jauh dari pandangan mata. Dan orang yang telah berjasa menghadirkan alat tersebut adalah Galileo Galilei.

Galileo Galilei lahir tanggal 15 Februari 1564 di kota Pisa, Italia, dari seorang ayah yang pemusik. Galileo yang jago di bidang matematika, adalah seorang yang ahli dalam beragam macam metode percobaan ilmiah. Sambil mengajar di Universitas Padua, Galileo mencoba mempelajari ilmu mekanik sekaligus mempraktekannya. Percobaan pertamanya adalah membuat sebuah termoskop dan kompas.

Pada tahun 1604, Galileo mencoba untuk mempelajari pembuatan mikroskop dan teleskop di Belanda. Sebuah teleskop besar telah berhasil dia buat, dan memberikannya kejutan seru, yakni bisa melihat objek di langit dengan jelas. Saat itulah dia menemukan adanya satelit di planet Yupiter dan Venus, yang berfungsi seperti bulannya Bumi.

Pada saat menjadi seorang professor astronomi di sebuah universitas di Pisa, Galileo diharuskan untuk menerima teori yang sedang berlaku saat itu bahwa matahari dan semua planet di galaksi Bima Sakti beredar mengelilingi Bumi. Beberapa tahun kemudian ketika mengajar di Universitas Padua, dia tertarik dengan teori baru yang diajukan oleh ilmuwan Nicolaus Copernicus. Teori tersebut menyebutkan bahwa justru Bumi dan planet lainnya yang mengelilingi matahari. Bersama teleskopnya Galileo mencoba membuktikan kebenaran teori helisentris tersebut dan berhasil.

Masalah muncul ketika Galileo secara terang-terangan mendukung teori tersebut. Dia banyak mendapat tekanan dan tantangan, diantaranya yang paling berat dari Dewan Gereja Katolik Roma. Mereka meminta Galileo untuk menarik kembali dukungannya kepada teori Copernicus karena tidak sesuai dengan doktrin gereja.

Karena tetap bertahan dengan pendapatnya tersebut, akhirnya Galileo dijatuhi hukuman penjara dan dikurung di Siena. Berhubung usianya telah lanjut maka Galileo kemudian diperbolehkan untuk menjalani sisa hukuman di rumah peristirahatannya di Florence, Italia. Kesehatannya mulai menurun seiring dengan kebutaan yang menimpanya. Galileo kemudian wafat pada tanggal 8 Januari 1642.

Selain teleskop dan mikroskop, Galileo juga mewariskan ilmu di bidang mekanik dan magnetik yang nantinya banyak dipergunakan oleh para ilmuwan matematika modern dan fisika sesudahnya sebagai acuan teori. Salah satu ilmuwan besar yang menggunakan rumusan Galileo sebagai pondasi dasar penemuannya adalah Isaac Newton, yang lahir di tahun yang sama dengan kematiannya sang genius Galileo Galilei.

- Dirangkum dari berbagai sumber.

Wage Rudolf Supratman

Inilah sang komposer, pencipta lagu kebangsaan Indonesia, Indonesia Raya. Wage Rudolf Supratman bukan hanya dikenal sebagai seorang komposer, namun juga seorang pahlawan pergerakan nasional. Ia aktif memperjuangkan pergerakan kemerdekan bagi bangsa Indonesia melalui bidang komunikasi massa.

Wage Rudolf Supratman lahir 19 Maret 1903 di Dusun Trembelang, kelurahan Somongari, kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Ia adalah anak ke tujuh dari Keluarga Jumeno Senen Sastrosuharjo. Pada saat berusia dua bulan ia dibawa kembali ke Tangsi Meester Cornelis Jatinegara Jakarta. Untuk memenuhi peraturan administrasi guna memperoleh tunjangan warga KNIL maka dibuat keterangan kelahiran dengan nama Wage Supratman. Ia dinamakan Wage karena lahir pada pasaran Wage, menurut hitungan Jawa.

Pada saat akan melanjutkan sekolahnya di ELS, Makassar, ia diangkat anak oleh kakak iparnya Sersan Van Eldik. Kemudian namanya diberi tambahan Rudolf, menjadi Wage Rudolf Supratman. Setelah lulus dari ELS, ia melanjutkan pendidikannya ke Normal School.

Pada tahun 1924 ia pergi ke Bandung, ia menjadi wartawan koran kaum Muda. Ia ikut memperjuangkan cita-cita kebangsaan dalam bidang komunikasi massa lewat bermain biola. Ia pun kemudian menciptakan lagu Indonesia Raya. Lagu itu diperkenalkan secara luas untuk pertama kali di depan Kongres Pemuda yang berlangsung di Jakarta 28 Oktober 1928. Dengan biola ditangan, Supratman memperdengarkan hasil karyanya itu.

Untuk selanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik. Pada 17 Agustus 1938, tujuh tahun sebelum kemerderkaan bangsa Indonesia, WR. Supratman meninggal dunia di Surabaya. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu kebangsaan perlambang persatuan bangsa.

- Dirangkum dari berbagai sumber.

Raden Ajeng Kartini

Setiap bulan April kita selalu merayakan hari kelahiran Raden Ajeng Kartini. Kartini adalah seorang pahlawan yang telah memperjuangkan hak-hak bagi para wanita Indonesia. Ketika dia lahir dan besar, wanita di Indonesia atau tepatnya di daerah Jawa, memang belum mendapat akses pendidikan dan pekerjaan seperti di jaman sekarang ini.

Kartini lahir 21 April 1879 di Desa Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Ayahnya adalah RM Adipati Ario Sosrodiningrat, seorang Asisten Wedana dari distrik Mayong, Kabupaten Jepara. Sebagai seorang pejabat daerah pada masa itu, Adipati Ario memiliki banyak selir, yang salah satunya adalah ibunda Kartini. Sebagai anak seorang selir, sedari kecil Kartini sudah merasakan adanya diskriminasi atau perbedaan perlakuan lingkungan sekitar terhadap dirinya.

Suratnya kepada Ny HG de Booij-Boissevain menunjukkan diskriminasi yang dia dapat ketika bayi. Ibunya harus bersaing dengan istri utama ayahnya, yang memang masih keturunan Ratu Madura. Sejak bayi dia sudah merasakan kehidupan yang beda antara gedung utama dan rumah kecilnya. Sebagai anak dari selir, Kartini lahir di rumah kecil, berada di bagian belakang rumah Asisten Wedana itu.

Diskriminasi juga didapatnya ketika Kartini bersekolah. Melalui suratnya kepada Estelle Zeehandellar, Kartini menceritakan perlakuan guru-gurunya yang sangat merendahkan kemampuan wanita pribumi.

"Orang-orang Belanda itu menertawakan dan mengejek kebodohan kami, tapi kami berusaha maju, kemudian mereka mengambil sikap menentang kami. Aduhai! Betapa banyaknya dukacita dahulu semasa kanak-kanak di sekolah; para guru dan banyak di antara kawan mengambil sikap permusuhan kepada kami..."

Merasa tertekan dengan perlakuan tersebut, Kartini bertekad untuk maju melalui pendidikan. Namun sayangya, keinginannya tersebut terbentur dengan budaya keluarga yang masih sangat ketat. Kartini harus rela melepaskan cita-citanya untuk meneruskan sekolah ke HBS, yang merupakan sekolah bergengsi. Begitu juga dengan tawaran dari seorang gurunya untuk sekolah ke negeri Belanda, terpaksa dia tolak karena ayahanda tidak memberi ijin.

Namun, cita-cita Kartini untuk memperjuangkan hak bangsa pribumi, terutama kaum wanitanya, untuk mendapat akses pendidikan tidak pernah surut. Gagal melanjutkan sekolah, Kartini kemudian aktif mengikuti perjuangan dengan memberi pengajaran kepada anak-anak pribumi.

Kecintaannya yang besar pada sang ayah membuat Kartini tidak kuasa menolak ketika dia diharuskan untuk menikah dengan Bupati Rembang dan menjadi seorang selir, seperti yang dialami ibunya. Kartini merasa sedih namun dia tidak dapat memberontak kuasa ayah dan juga lingkungannya. Akhirnya setelah sekian lama berjuang dalam penderitaan, Kartini meninggal dunia setelah kelahiran putra pertama.

- Dirangkum dari berbagai sumber

Isaac Newton

Buat kita mungkin tidak ada artinya kenapa itu buah apel kalau sudah matang pasti jatuh. Tapi buat Isaac Newton, hal sepele seperti itu bisa jadi masalah besar yang nantinya bisa merubah cara pandang kita tentang alam. Dari soal buah apel jatuh itu tadi Isaac menemukan teori kalau bumi yang kita huni punya daya tarik (kemampuan menarik suatu benda) yang besar sekali yang menyebabkan semua benda di dunia selalu berpijak ke tanah, tidak melayang kayak manusia di bulan. Teori itu kondang dengan sebutan teori gravitasi.

Si anak ajaib Isaac lahir tepat pada hari natal 1642 di Woolsthrope, Inggris. Dari kecil, Isaac sudah menunjukkan bakatnya yang hebat di bidang mekanika ditambah sifatnya yang cekatan dalam meggunakan tanggannya. Tapi biar otaknya cemerlang, Isaac nggak begitu kelihatan tertarik belajar di sekolah, jadi luput dari perhatian para guru yang selalu mengincar anak pintar. Melihat anaknya seperti malas kalau ke sekolah, ibunya sempat terpikir buat mengeluarkan Isaac dari sekolah untuk menjadi seorang petani yang rajin.

Untungnya Isaac bisa membujuk sang ibu kalo minat sebenarnya dia itu bukan mencangkul tanah, biarpun dia cekatan. Jadilah kemudian Isaac seorang mahasiswa di Universitas Cambridge. Di kampus ini pula Isaac belajar banyak (dan cepat!) apa saja yang nantinya terkenal dengan nama ilmu pengetahuan dan matematika. Bukan cuma membaca saja yang dia lakukan, tapi juga kreatif membuat percobaan dan penyelidikan sendiri. Kenapa bisa begini, kenapa bisa begitu? Akibatnya, ketika dia masih berumur dua puluh tahunan sudah menemukan banyak dasar-dasar teori ilmu pengetahuan, yang nantinya bakal mengguncang dunia.

Penemuannya yang pertama adalah tentang cahaya. Lewat serangkaian percobaan seksama, akhirnya Isaac bisa mengambil kesimpulan kalau warna suci putih itu adalah gabungan dari warna-warna pelangi, yang nantinya ngetop dengan istilah pembiasan cahaya. Nggak puas dengan penemuan warna pelangi jadi putih itu, dia buat percobaan lain yang masih ada hubungannya dengan cahaya, kali ini dia pantulkan itu cahaya. Nah, dari bias-membias dan pantul memantulkan cahaya itu Isaac menemukan sesuatu lagi, bukan teori tapi teropong!

Teropong yang dia temukan adalah teropong refleksi pertama di jagad ini, yang nantinya bakal digunakan oleh sebagian besar penyelidik bintang. Tapi biar kampiun, Isaac tidaklah sombong dan serakah. Semua penemuannya yang ada hubungannya dengan optik tadi dia sumbangkan kepada lembaga peneliti kerajaan Inggris. Mau tahu umur berapa dia "resmi" menjadi pemenu? Dua puluh sembilan tahun saja !!!

Sukses dengan ilmu cahayanya, Isaac tidak langsung puas diri. Berikutnya adalah bidang mekanika, yang teorinya nanti menjadi tonggak penting ilmu fisika. Pertama, teori suatu benda yang bergerak karena pengaruh kekuatan luar. Kedua, yang paling kondang, adalah teori bahwa setiap kita melakukan aksi gerak pasti ada gerak tandingannya dengan besar yang sama tapi arahnya bertentangan. Dan yang terakhir adalah teori gaya berat atau gravitasi.

Semua ilmu yang diwariskan Isaac tadi nantinya terpakai untuk menjawab hampir semua masalah alam, mulai dari goyangan pendulum sampai gerak-gerik planet dalam orbitnya. Masih banyak karya penemuannya yang berbobot, dalam arti menyumbang banyak buat kemajuan peradaban manusia, seperti teori penyelidikan tentang panas, atau teori tentang suara. Isaac sudah bukan si anak ajaib biasa lagi, tapi juga sudah menjadi tokoh dunia yang paling besar pengaruhnya dalam merevolusi pikiran dan cara hidup manusia, beratus-ratus tahun kemudian setelah dia menghembuskan napas terakhirnya di tahun 1727.

- Dirangkum dari berbagai sumber

Albert Einstein

Siapa yang tak kenal dengan Albert Einstein ? Berkat teori relativitas yang dia temukan, Einstein telah menjadi ilmuwan kondang dan paling berpengaruh di abad 20 ini. Bahkan kejeniusannya sering disetarakan dengan ilmuwan besar Sir Isaac Newton. Boleh jadi karena Einstein dinilai telah memberi banyak kontribusi bagi perkembangan ilmu fisika, sama seperti yang apa yang telah diwariskan Newton.

Albert Einstein lahir pada tanggal 14 Maret 1879 di daerah Ulm, bagian dari wilayah Wurttemberg, Jerman. Menginjak usia 23, Einstein yang sedang bekerja di sebuah kantor di Bern, Swiss, mulai membuat sebuah karya ilmiah fisika yang di kerjakannya diantara waktu senggang. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1905, Einstein berhasil mempublikasikan karyanya mengenai teori relativitas tersebut.

Teori relativitas yang dikemukakan Einstein ini kemudian menjadi dasar bagi teori-teori ilmu fisika modern selanjutnya. Karyanya ini juga memberikan dampak yang besar bagi semua lini perkembangan ilmu fisika modern, dari teori kuantum, nuklir sampai bom atom.
Walaupun karyanya telah dipublikasikan, Einstein tetap melanjutkan penelitiannya dan menyempurnakan teori pertamanya tersebut. Akhirnya pada tahun 1915, teori relativitas yang telah disempurnakan seperti yang kita kenal selama ini dipublikasikan.

Lima tahun kemudian, nama Einstein telah dikenal di seluruh dunia. Pada tahun 1921, dia berhasil mendapatkan Penghargaan Nobel berkat penemuannya di bidang efek fotoelektrik. Duabelas tahun kemudian, Einstein pindah ke Princeton, New Jersey, AS. Di sini dia bekerja pada sebuah institut pengembangan ilmu pengetahuan sampai akhir hayatnya. Einstein meninggal pada tahun 1955.

Kejeniusannya dalam menemukan beberapa teori dasar ilmu fisika modern sering disetarakan dengan Newton. Tak salah kalau kemudian Einstein dengan rambut putihnya yang berantakan menjadi ikon jenius bagi masyarakat modern. Majalah TIME pun di tahun 2000 memasukkan namanya dalam tokoh paling berpengaruh di abad 20. Einstein sendiri berangapan kalau imaginasi berperan besar dalam penemuannya tersebut, seperti yang pernah dia ucapkan, "Imagination is more important than knowledge".

- Dirangkum dari berbagai sumber.

Ki Hajar Dewantara

Raden Mas Suwardi Suryaningrat yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, dilahirkan pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Setelah menamatkan ELS (Sekolah Dasar Belanda), ia meneruskan pelajarannya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Ia kemudian menulis untuk berbagai surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express dan Utusan Hindia.

Ia tergolong penulis tangguh pada masanya; tulisan-tulisannya sangat tegar dan patriotik serta mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya. Selain menjadi seorang wartawan muda RM Soewardi juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, ini terbukti di tahun 1908 dia aktif di Budi Oetama dan mendapat tugas yang cukup menantang di seksi propaganda.

Perkenalannya dengan Dr. Danudirdja Setyabudhi (F.F.E Douwes Dekker), dr. Cipto Mangunkusumo dan Abdul Muis melahirkan gagasan baru untuk mendirikan partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia, yakni Indische Partij. Partai yang berdiri pada tahun 1912 ini memiliki keyakinan bahwa nasib masa depan penduduk Indonesia terletak di tangan mereka sendiri, karena itu kolonialisme harus dihapuskan. Namun sayang, status badan hukumnya ditolak oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Mereka bertiga kemudian membentuk Komite Bumiputera, sebuah organisasi tandingan dari komite yang dibentuk oleh Pemerintah Belanda. Bersamaan dengan itu, RM Suwardi kemudian membuat sebuah tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang menyindir ketumpulan perasaan Belanda ketika menyuruh rakyat Indonesia untuk ikut merayakan pembebasan Belanda dari kekuasaan Perancis.

Tulisan yang dimuat dalam koran de Express milik Dr. Douwes Dekker ini dianggap menghina oleh Pemerintah Belanda sehingga keluar keputusan hukuman bagi beliau untuk diasingkan ke Pulau Bangka. Usaha pembelaan yang dilakukan Dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo tidak membawa hasil, bahkan mereka berdua terkena hukuman pengasingan juga. Karena menganggap pengasingan di pulau terpencil tidak membawa manfaat banyak, mereka bertiga meminta kepada Pemerintah Belanda untuk diasingkan ke negeri Belanda. Pada masa inilah kemudian RM Suwardi banyak mendalami masalah pendidikan dan pengajaran di Belanda hingga mendapat sertifikasi di bidang ini.

Setelah pulang dari pengasingan, RM Suwardi bersama rekan-rekan seperjuangan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Perguruan itu bercorak nasional dan berusaha menanamkan rasa kebangsaan dalam jiwa anak didik. Pernyataan asas dari Taman Siswa berisi 7 pasal yang memperlihatkan bagaimana pendidikan itu diberikan, yaitu untuk menyiapkan rasa kebebasan dan tanggung jawab, agar anak-anak berkembang merdeka dan menjadi serasi, terikat erat kepada milik budaya sendiri sehingga terhindar dari pengaruh yang tidak baik dan tekanan dalam hubungan kolonial, seperti rasa rendah diri, ketakutan, keseganan dan peniruan yang membuta. Selain itu anak-anak dididik menjadi putra tanah air yang setia dan bersemangat, untuk menanamkan rasa pengabdian kepada bangsa dan negara. Dalam pendidikan ini nilai rohani lebih tinggi dari nilai jasmani.

Pada tahun 1930 asas-asas ini dijadikan konsepsi aliran budaya, terutama berhubungan dengan polemik budaya dengan Pujangga Baru. Selain mencurahkan dalam dunia pendidikan secara nyata di Tamansiswa, RM Suwardi juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisan-tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan. Tulisannya yang berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan jumlahnya mencapai ratusan buah. Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Pemerintah Belanda merintangi perjuangannya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi beliau dengan gigih memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu dapat dicabut. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Suwardi Suyaningrat berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara, dan semenjak saat itu beliau tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya beliau dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Dalam zaman Pendudukan Jepang, kegiatannya di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan.

Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) di tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah zaman kemedekaan, Ki Hajar pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1957, Ki Hajar menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada. Beliau meninggal dunia pada 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Guna menghormati nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan nasional, Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1959 menetapkan beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional dan tanggal kelahirannya kemudian dijadikan Hari Pendidikan Nasional. Pihak penerus Perguruan Taman Siswa, sebagai usaha untuk melestarikan warisan pemikiran beliau, mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya di Yogyakarta. Dalam museum terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hajar sebagai pendiri Taman Siswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hajar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Ki Hajar Dewantara memang tidak sendirian berjuang menanamkan jiwa merdeka bagi rakyat melalui bidang pendidikan. Namun telah diakui dunia bahwa kecerdasan, keteladanan dan kepemimpinannya telah menghantarkan dia sebagai seorang yang berhasil meletakkan dasar pendidikan nasional Indonesia.

Dirangkum dari berbagai sumber.