20 Agustus 2008

Paus Benediktus XVI


Pelayan yang Bersahaja


Kardinal Joseph Ratzinger kelahiran Marktl am Inn, Bavaria, Jerman, Sabtu, 16 April 1927, terpilih sebagai Paus ke-265, pemimpin Gereja Katolik Roma, menggantikan Paus Yohanes Paulus II yang wafat pada 2 April 2005. Setelah terpilih Selasa 19 April 2005 yang ditandai mengepulnya asap putih dari cerobong Kapel Sistina di Basilika Santo Petrus, dia memilih nama Paus Benediktus XVI.

Nama kepausan itu akan disandangnya hingga akhir hayat. Joseph Ratzinger yang merupakan orang Jerman ke-8 yang menjadi Paus, akan memimpin 1,2 milyar umat Katolik di seluruh dunia. Ia sekaligus akan bertindak sebagai Kepala Negara Tahta Suci Vatikan, berkedudukan di Roma, Italia.

Adalah Kardinal Jorge Medina Estevez dari Cile yang mengumumkan pertamakali nama Paus yang baru terpilih itu, langsung dari balkon Basilika Santo Petrus, ke khalayak ramai yang jumlahnya ratusan ribu orang. Khalayak sudah sejak hari Senin (18/4/2005) memadati halaman.

“Habemus Papam…” demikian petikan ucapan Jorge Medina, yang artinya kita telah memiliki Paus. Joseph Ratzinger terpilih menjadi Paus pada pukul 17.50 waktu Vatikan (hari Selasa, 19/4), atau menjelang tengah malam WIB (perbedaan waktu antara WIB dengan Vatikan lima jam).

Pilihan Kehendak Tuhan
Joseph Ratzinger adalah anak seorang polisi. Ia berasal dari keluarga petani tradisional. Penulis buku “Truth and Tolerance” ini menampakkan diri sebagai Paus untuk pertamakali juga dari balkon Basilika Santo Petrus, tak lama setelah dirinya diumumkan terpilih.

Kemunculan Ratzinger, dengan nama Paus Benediktus XVI, membuat gemuruh ratusan ribu massa pejiarah. Mereka selama dua hari penuh selalu dengan saksama mengamati apa warna asap yang keluar dari cerobong Kapel Sistina, hitamkah atau putih.

Dalam tradisi upacara pemilihan Paus, asap hitam yang muncul menandakan pemilihan belum tuntas. Sedangkan jika muncul asap putih itu pertanda Paus yang baru telah terpilih. Massa selain menyambut dengan suara gemuruh, juga mengelu-elukan pria yang murah senyum tersebut.

Ratzinger terpilih menjadi Paus pada pemungutan suara putaran keempat. Ke-115 kardinal dari 52 negara yang berhak memilih berhasil menunaikan tugas pemilihan dalam waktu ‘singkat’ saja, sekitar 24 jam. Mereka memilih dalam suasana doa dan mendasarkannya pada kehendak Allah, yang disebut Providentia Dei (Penyelenggaraan Ilahi), bukan dengan kampanye dan gembar-gembor janji.

Ratzinger mengungguli sejumlah nama yang sebelumnya sempat disebut-sebut sangat layak sebagai pemimpin umat Katolik Roma. Yakni Kardinal Camilo Ruini (74) dari Italia, dan Kardinal Maria Martini (usia di atas 70) seorang Jesuit yang dinilai bijaksana serta progresif.

Arus besar memang sudah sejak lama mengarah ke Ratzinger. Ia mengikuti jejak kemenangan Karol Wojtyla asal Polandia, yang pada 1978 terpilih dan menjadi Paus Yohanes Paulus II. Terpilihnya Karol ‘mematahkan’ tradisi lama yang sudah berlaku berabad-abad, tepatnya selama 455 tahun dimana setiap Paus selalu berasal dari kalangan ningrat Italia.

Kehadiran Paus Yohanes Paulus II di tahun 1978 membuka jalan dan kesempatan besar bagi calon Paus yang non-Italia. Kardinal pertama yang memanfaatkan ‘jasa’ Karol Wojtyla adalah Joseph Ratzinger, yang juga disebut-sebut sebagai orang pilihan yang sudah lama ‘dipersiapkan’ sebagai pengganti Paus Yohanes Paulus II. Tipe kepemimpinan keduanya memang sangat identik, sama-sama konservatif dan tradisional. Maklum, sudah 23 tahun Ratzinger bertindak selaku penasihat doktrin bagi Paus Yohanes Paulus II.

Terpilihnya Ratzinger merupakan pula wujud kehendak para kardinal untuk tetap mempertahankan sikap ortodoks dari Paus Yohanes Paulus II. Tetapi bersamaan itu, para kardinal sepertinya juga menghendaki agar Paus yang terpilih sudah dalam usia 78 tahun itu tidak usah terlalu lama menjabat seperti Paus Yohanes Paulus II selama 27 tahun, terlama dalam sejarah kepausan setelah era Paus Pius IX (1846-1978).

Pilih nama Benediktus XVII
Kardinal Joseph Ratzinger mempunyai nama panggilan “Panzerkardinal”. Kini dan untuk selanjutnya sebagai Paus ia akan sangat dikenal dengan sebutan baru Paus Benediktus XVI. Paus terakhir yang memakai nama itu adalah Kardinal Giacomo della Chiesa (asal Genoa, Italia), dengan sebutan Paus Benediktus XV (1914-1922).

Paus baru yang lahir dengan nama lengkap Joseph Alois Ratzinger (dalam bahasa Latin disebut Iosephus Ratzinger), di daerah pertanian Marktl am Inn, Bavaria, Jerman Selatan akan sangat dipercayai oleh 1,2 milyar umat Katolik di seluruh dunia sebagai Uskup Roma, “hamba dari segala hamba Allah”, penerus Santo Petrus, dan bertindak selaku Wakil Kristus di dunia.

Ratzinger berasal dari keluarga petani tradisional. Pada tahun 1937, ayahnya yang seorang polisi pensiun dan tinggal menetap di kota kecil Traunstein. Ketika berusia 14 tahun di tahun 1941 Ratzinger muda bergabung dengan Hitler Youth, mengikuti sesuai ketentuan hukum yang sudah berlaku sejak tahun 1938. Namun ia sangat tidak begitu antusias sebagai anggota. Ia suka menolak menghadiri berbagai pertemuan.

Tahun 1943 dalam usia 16 tahun ia berhenti dari sekolah sebab dipaksa mengikuti wajib militer, masuk dalam korps anti pesawat terbang. Ia bertangungjawab menjaga keamanan pabrik BMW yang terletak di luar kota Munich. Pabrik ini memproduksi mesin pesawat terbang dengan memanfaatkan tenaga kerja budak yang didatangkan dari kamp konsentrasi Dachau.

Ratziger kemudian memperoleh pelatihan dasar militer infantri di Kamp Infanteri Wehrmacht, ditempatkan di perbatasan Austria-Hungaria. Di sini ia bekerja menggunakan alat pertahanan anti-tank. Setelah kembali ke Bavaria pada Mei 1945, ia keluar dari dinas militer dan pulang ke kota kecil Traunstein.

Namun tak lama setelahnya ia ditangkap oleh tentara Sekutu, ditawan selama enam minggu di kamp interniran Allied POW. Baru pada bulan Juni ia berhasil melepaskan diri dari kamp. Selanjutnya bersama saudaranya Georg Ratzinger ia memasuki seminari Katolik. Pada 29 Juni 1951 ia ditahbiskan menjadi imam, juga bersama kakaknya itu, oleh Kardinal Faulhaber dari Munich.

Pada tahun 1953 Joseph Ratzinger berhasil membuat disertasi dengan judul tesis “The People and House of God in St. Augustine’s doctrine of the Church”, dan disertasi lanjutan tentang “Habilitationsschrift”, di Saint Bonaventure. Ia akhirnya memperoleh gelar doktor teologi pada 1957 dan diangkat menjadi profesor tahun 1958 di Kolese Freising.

Ratzinger adalah profesor di Universitas Bonn antara tahun 1959-1963. Ia kemudian pindah ke Universitas Munster. Tahun 1966 ia mengajar teologi dogmatik di Universitas Tubingen, yang membuatnya berkesempatan berkenalan dengan Hans Kung sebagai sesama kolega. Tahun 1969 ia kembali lagi ke Bavaria dan mengajar di Universitas Regensburg.

Joseph Ratzinger menjadi Kardinal sejak tahun 1977, diangkat oleh Paus Paul VI. Tokoh yang belakangan ini dikenal konservatif adalah profesor pada Universitas Bonn, antara tahun 1959-1963. Ia mengajar teologi dogmatik di Universitas Tubingen pada tahun 1966. Tahun 1969 ia kembali lagi ke Bavaria dan mengajar di Universitas Regensburs, setelah sebelumnya tahun 1965 diangkat menjadi profesor di situ.

Joseph Ratzinger pertamakali berkenalan dengan Kardinal Karol Wojtyla saat berlangsung Konsili Vatikan II (1962-1965). Saat itu Joseph Ratzinger sudah menjadi Peritus, atau Kepala Pakar Teologi untuk Kardinal Joseph Frings dari Cologne, Jerman.

Pada Konsili Vatikan II Ratzinger bersama-sama dengan Karol Wojtyla terlibat menyiapkan dokumen-dokumen yang dihasilkan dalam Konsili. Begitu Karol dipilih menjadi Paus pada tahun 1978, tiga tahun kemudian sejak 25 November 1981 Ratzinger ditarik ke Vatikan untuk memimpin Kongregasi Doktrin dan Iman. Ini, adalah suatu posisi sentral dalam Gereja Katolik Roma sebab berkaitan dengan ajaran tentang kebenaran-kebenaran iman. Tidaklah mengherankan jika kemudian ia disebut sebagai Paus “penjaga” iman umat Katolik di seluruh dunia.

Munculnya kembali Warga Jerman
Setelah menjabat Wakil Dekan Kolegia Kardinal sejak 1998, jabatan terakhir yang kemudian dipercayakan kepada Ratzinger adalah Dekan Kolegia Kardinal, berlaku sejak tahun 2002. Karena kedudukannya itulah Ratzinger bertindak memimpin acara pemilihan Paus 2005.

Pada konklaf 2005 Ratzinger adalah salah seorang dari 14 Kardinal yang pernah diangkat oleh Paus Paul VI. Namun hanya tiga orang diantaranya, salah satunya Joseph Ratzinger yang masih berusia di bawah 80 tahun sehingga berhak untuk dipilih menjadi Paus.

Maka para Kardinal pun memilih pria berusia 78 tahun itu menjadi Paus baru. Ia adalah Paus tertua sepanjang 275 tahun terakhir setelah Paus Clement XII, yang di tahun 1730 terpilih sebagai Paus di usia yang sama 78 tahun.

Ratzinger merupakan Paus ke-8 yang berasal dari Jerman. Ia juga Paus ke-3 setelah Clement II dan Victor II yang berasal dari Jerman, menurut teritori Jerman yang dikenal sekarang. Karenanya ia adalah Paus terakhir yang berasal dari Germanic (gabungan Belanda dan Jerman), setelah Paus Adrian VI yang terpilih tahun 1522 (dan meninggal tahun 1523).

Sebagian pihak menilai Benediktus XVI sebagai seorang paus yang tradisional, sebagian lagi malah menyebutnya ortodoks. Sebagai misal, ia sangat kritis dan menolak perilaku hidup kaum homoseksual, perkawinan sesama gay, dan tindakan aborsi sebagaimana sikap sang pendahulu Paus Yohanes Paulus II.

Paus Benediktus XVI menguasai bahasa Jerman, Italia, Inggris, Latin dan Perancis. Sejak tahun 1992 ia adalah anggota French Academie. Ia tergolong piawai memainkan alat musik piano, sejak di seminari dan sangat menyukai musik Mozart dan Beethoven.

Majalah Time edisi bulan April 2005 menyebut nama Joseph Ratziznger sebagai satu dari antara 100 orang paling berpengaruh di dunia. Pilihan itu terbukti benar, sebab sejak 19 April 2005 orang yang dimaksud telah menjadi Paus menggantikan Paus Yohanes Paulus II.

Berikan berkat pertama
Ketika berbicara kepada khalayak ramai yang memadati halaman Basilika Santo Petrus, Kardinal Jorge Medina Estevez dari Cile yang muncul dari balkon mengatakan:

“Annuntio vobis gaudium magnum;
habemus Papam:
Eminentissimum ac Reverendissimum Dominum,
Dominum Josephum
Sanctae Romanae Ecclesiae Cardinalem Ratzinger
qui sibi nomen imposuit Benedictum XVI.”

Atau: “I announce to you great joy: We have a Pope! The most Eminent and Reverend Lord, the Lord Joseph, Cardinal of the Holy Roman Church Ratzinger, who takes to himself the name of Benedict the sixteenth.”

Dari balkon yang sama itu pulalah Paus Benediktus XVI untuk pertama kali berbicara kepada umat Katolik di seluruh dunia. “Saudara-saudaraku, setelah Paus Yohanes Paulus II yang Agung, para kardinal telah memilih saya, yang sederhana, pelayan yang bersahaja di hadapan Tuhan. Saya bergembira karena Tuhan tahu apa yang harus Dia lakukan dan kerjakan meski dengan peralatan yang tidak memadai.

Saya memercayakan dalam doa Saudara-saudara sekalian. Dalam kegembiraan kebangkitan Tuhan dan kepercayaan dalam bantuannya yang terus-menerus, kita akan terus maju. Tuhan akan menolong kita dan Bunda Maria, Ibu-Nya yang tersuci, akan senantiasa mendampingi kita sekalian. Terimakasih.”

Paus baru itu kemudian memberikan berkat kepausannya yang pertama untuk kota dan dunia (urbi et orbi). ► e-ti/ ht, dari berbagai sumber

Nama:
Kardinal Joseph Ratzinger
Nama Lahir:
Joseph Alois Ratzinger
Gelar:
Paus Benedictus XVI
Lahir:
Di Marktl am Inn, Bavaria, Jerman, Sabtu, 16 April 1927
Kewarganegaraan:
Jerman
Jabatan:
Paus Gereja Katolik Roma, merangkap Kepala Negara Vatikan
Jabatan Sebelumnya:
Prefek Kongregasi Doktrin dan Iman

Penguasaan Bahasa:
1. Bahasa Jerman 2. Bahasa Italia 3. Bahasa Inggris 4. Bahasa Latin 5. Bahasa Perancis.

Perjalanan Karir:
- Tahun 1939, masuk persiapan seminari
- Tahun 1941 saat berusia 14 tahun bergabung dengan Hitler Youth
- Tahun 1943 dalam usia 16 t ahun dipaksa masuk korps antipesawat terbang
- Pada November 1944 ia menjalani latihan militer di Kamp Infanteri Wehrmacht
- Tahun 1945 ditangkap oleh tentara Sekutu dan dimasukkan ke kamp interniran
- Pada Juni 1945 berhasil melepaskan diri dari kamp dan selanjutnya masuk seminari
- Pada 29 Juni 1951 ditahbiskan menjadi imam oleh Kardinal Faulhaber dari Muenchen
- Tahun 1953 membuat disertasi berjudul “People and Houseof God in Sint Augustine’s doctrine of the Church”, dan ”, dan disertasi tentang “Habilitationsschrift” di Saint Bonaventure
- Tahun 1957 memperoleh glar doktor teologi di Kolese Freising
- Tahun 1958 diangkat menjadi profesor pada Kolese Freising
- Tahun 1959-1963 menjadi profesor di Universitas Bonn
- Tahun 1962 (dalam usia 35 tahun) masuk dalam Konsili Vatikan II, dalam kapasitas sebagai Kepala Pakar Teologi untuk Kardinal Joseph Frings dari Cologne, Jerman
- Tahun 1962-1965 mengikuti Konsili Vatikan II
- Tahun 1966 mengajar Teologi Dogmatik di Universitas Tubingen
- Tahun 1969 kembali ke Bavaria dan mengajar di Universitas Regensburs
- Pada 24 Maret 1977 diangkat menjadi Uskup Agung Muenchen dan Freising oleh Paus Paulus VI
- Senin 27 Juni 1977 diangkat menjadi Kardinal oleh Paus Paulus VI
- Pada 25 November 1981 diangkat menjadi Prefek Konggregasi Doktrin dan Iman, serta sebagai Presiden Komisi Teologi Internasional
- Tahun 1998 diangkat menjadi Wakil Dekan Kolegia Kardinal
- Tahun 2002 menjadi Dekan Kolegia Kardinal
- Sejak Selasa,19 April 2005 terpilih menjadi Paus ke-265 dengan nama Paus Benediktus XVI

Alamat:
00120 Vatican City, Vatican City State
Telp. 06.69.88.32.96

Nama 11 Paus Terakhir:
1. Paus Benediktus XVI 2005-
2. Paus Yohanes Paulus II 1978-2005 (27 tahun)
3. Paus Yohanes Paulus I 1978 (33 hari)
4. Paus Paulus VI 1963-1978 (15 tahun)
5. Paus Yohanes XXIII 1958-1963 (5 tahun)
6. Paus Pius XII 1939-1958 (19 tahun)
7. Paus Pius XI 1922-1939 (17 tahun)
8. Paus Benediktus XV 1914-1922 (8 tahun)
9. Paus Pius X 1903-1914 (11 tahun)
10. Paus Leo XIII 1978-1903 (25 tahun)
11. Paus Pius IX 1846-1878 (32 tahun)

Paus Yohanes Paulus II


Selamat Jalan Bapa Suci


Dunia pasrah dan berduka atas wafatnya Bapa Suci, pimpinan Roma Katholik dan Pimpinan Negara Vatikan, Paus Yohanes Paulus II pada Sabtu (2/4/2005) pukul 21.37 waktu Italia atau Minggu (3/4/2005) pukul 02.37 WIB. Pihak Tahta Suci mengumumkan secara resmi telah berpulangnya Sri Paus di hadapan sekitar 70 ribu manusia memadati Lapangan Santo Petrus.

Mereka makin banyak berkumpul di lapangan itu sejak ada berita bahwa Paus mendapat Sakramen Perminyakan Orang Sakit, yang merupakan sakramen terakhir bagi umat Katolik di ambang ajal.

Bahkan sejak sakit berat Paus diumumkan, beberapa acara penting televisi Italia (RAI) dibatalkan. Termasuk, pertandingan sepak bola Seri A dan B ditangguhkan untuk menghormati Paus. Saat itu, Paus sudah dalam kondisi tidak sadar dan hanya bisa bernapas pendek-pendek dengan alat bantu. Kondisinya, menurut juru bicara Vatikan Joaquin Navarro Valls, sangat lemah karena jantung dan ginjalnya gagal berfungsi.

Kesehatan Sri Paus, 84, yang menderita penyakit parkinson dan sejak lama menggunakan kursi roda, mendadak turun drastis pada Kamis malam. Namun Paus sempat sadarkan diri pada Sabtu subuh. Dia berbicara, matanya terbuka dan dalam keadaan sadar, lalu terlihat ingin tidur.

Menurut aturan Tahta Suci Roma Katholik, pertemuan para kardinal untuk memilih Paus (conclave) harus sudah dilakukan tidak boleh kurang dari 15 hari dan tidak boleh lebih dari 20 hari sesudah Paus meninggal. Waktu 15 hari dimaksudkan untuk persiapan penguburan dan masa berkabung. Biasanya Paus dimakamkan sesudah sekitar enam hari.

Paus Yohanes Paulus II adalah seorang anak Polandia bernama Karol Jozef Wojtyla. Lahir pada 18 Mei 1920 di Wadowice, sebuah kota dengan 8.000 umat Katolik dan 2.000 orang Yahudi, 56 kilometer di barat daya Krakow. memanggil Wojtyla dengan nama "Lolek".

Dia anak kedua dari Karol Wojtyla (ayah) seorang penjahit dan pensiunan tentara dan Emilia Kaczorowska Wojtyla (ibu) seorang guru sekolah. Pada saat kecil, dia dipanggil teman-temannya Lolek. Pada masa muda, dia gemar main sepakbola sebagai penjaga gawang, juga gemar berenang di Sungai Skawa, serta bermain ski, mendaki gunung dan naik kayak.

Namun masa kecil dan remajanya tidak sebahagia teman-temannya. Saat berumur sembilan tahun, ibu yang dicintainya wafat karena sakit jantung (1929). Tiga tahun kemudian kakak laki-lakinya meninggal. Sebelum ia lahir, kakak perempuannya yang masih kecil meninggal dunia. Bahkan dia sendiri nyaris tewas dua kali akibat tertabrak mobil dan tertabrak truk (1944). Dia luka-luka namun tidak cacat.

Sepeninggalan ibu dan saudaranya, Lolek dan ayahnya hidup di sebuah Spartan, apartemen satu kamar di belakang gereja. Ayahnya, Wojtyla membesarkan dan mendidik Lolek dengan disiplin seperti tentara dan belajar agama. Ayahnya ingin Lolek kelak menjadi pelayan Tuhan. Lolek sendiri gemar puisi, teater dan agama.

Setelah lulus sekolah menengah (1938), Lolek dan ayahnya pindah ke Krakow. Di kota ini, ia belajar sastra dan filsafat di Universitas Jagiellonian. Kesempatan baik baginya bergabung dengan kelompok pembaca puisi dan kelompok diskusi sastra.

Ketika Jerman menyerang Polandia (1940), Lolek bekerja sebagai seorang pemotong batu, untuk menghindari penjara. Tak lama kemudian, Februari 1941, ayahnya meninggal dunia dalam usia 61, tanpa sempat melihat Lolek menjadi pastor.

Sekitar 18 bulan berikutnya, Lolek memulai memenuhi harapan ayahnya untuk menjadi pastor. Dia belajar di sebuah seminari bawah tanah di Krakow, sekaligus belajar teologi di universitas. Ketika itu, ada larangan dari penguasa Jerman, sehingga harus belajar sembunyi-sembunyi. Dia belajar sembari bekerja di sebuah pabrik hingga Agustus 1944.

Kemudian tentara Jerman mulai menangkapi pemuda-pemuda Polandia, Wojtyla bersembunyi di rumah uskup Krakow hingga perang berakhir. Pada tahun 1946, dia ditahbiskan sebagai pastor di Krakow. Di tengah kesibukannya, dia terus melanjutkan sekolah hingga meraih dua gelar sarjana dan sebuah gelar doktor. Setelah itu, dia bertugas sebagai asisten pastor Krakow (1949).

Pengalaman awalnya sebagai pastor, Wojtyla bertugas sebagai pastor pembimbing mahasiswa di Gereja St. Florian, Krakow. Gereja itu berdekatan dengan Universitas Jagiellonian, tempatnya mengerjakan doktoral keduanya dalam bidang filsafat.

Ketika itu (1954) pemerintah komunis Polandia menghapuskan departemen theologi dari universitas. Seluruh fakultas digabungkan ke Seminari Krakow. Wojtyla pun melanjutkan belajar di situ. Pada saat itu, ia juga diminta mengajar di Universitas Katolik Lublin - satu-satunya universitas Katolik di negara komunis. Sehingga Wojtyla harus bolak-balik Lublin-Krakow.

Dua tahun kemudian (1956), Wojtyla bertugas sebagai Pimpinan Studi Etika di Universitas. Karirnya di hirarki gereja pun naik pesat setelah ia dinobatkan sebagai pembantu uskup Krakow. Ketika Konsili Vatikan II dimulai (1962), Wojtyla menyumbang gagasan terutama dalam hal kebebasan beragama.

Kemudian, dia ditunjuk menjadi pejabat uskup Krakow ketika pendahulunya wafat. Dia uskup yang cerdas, tegas namun bersahabat, luwes, pendengar yang baik, memiliki selera humor yang segar. dan sangat suci. Namanya mulai menonjol di antara uskup lainnya.

Maka tak heran bila pada tahun 1967, Paus Paulus VI menunjuknya sebagai kardinal Gereja Katolik Polandia. Saat itu pemerintah komunis Polandia tidak keberatan karena sifat-sifatnya yang baik tersebut. Pada hal saat itu, gereja dan masyarakat berada di bawah tekanan pemerintah komunis. Ketika itu, Gereja Katolik Polandia menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan-perasaan nasionalisme warganya.

Kardinal Wojtyla memainkan peran dengan sangat baik. Dia seringkali memposisikan diri sebagai penentang komunisme. Dia pun mengakomodir dan mengarahkan ekspresi-ekspresi warga dengan sangat elegan sehingga tidak sampai memprovokasi reaksi brutal pemerintah komunis. Pada masa-masa sulit itu pula, Kardinal Wojtyla banyak menulis mengenai etika dan filsafat.

September 1978, Paus Yohanes Paulus I wafat akibat serangan jantung, yang menjadi Paus hanya selama 34 hari. Para kardinal dari seluruh dunia berkumpul untuk memilih penggantinya. Para kardinal sangat sulit menemukan kata sepakat setelah tujuh kali pemungutan suara. Lalu ketika petang hari 16 Oktober 1978, dilakukan putaran ke delapan, muncul nama Wojtyla. Kardinal Wojtyla dari negara komunis Polandia terpilih menjadi Paus.

Wojtyla menerima hasil pemilihan itu dengan mata berkaca-kaca. Sebelumnya, tidak seorang pun menyangka bahwa Wojtyla bakal dipilih sebagai Paus. Wojtyla sendiri bahkan sudah memiliki tiket pulang ke Polandia. Ia Paus non-Italia pertama sejak 455 tahun (yang terakhir adalah Paus Adrian VI tahun 1523). Juga Paus termuda (58 tahun) dalam 132 tahun terakhir.

Wojtyla kemudian memilih nama sama seperti pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II, dan menjadi Paus Slav yang pertama. "Saya gentar menerima tugas ini. Tetapi saya menerimanya dengan semangat kepasrahan pada Tuhan dan kepercayaan sepenuhnya terhadap Bunda Maria yang suci," katanya ketika itu kepada umat yang menunggu di Lapangan Santo Petrus.

Dalam kepemimpinnya sebagai Paus, dia telah melakukan pembaharuan gereja dan dunia. Paus satu-satunya paus yang pernah masuk komik - karya Marvel (1983) ini berbeda dengan paus-paus sebelumnya yang lebih banyak berdiam di Roma. Paus Yohanes Paulus II yang bisa berbicara dalam delapan bahasa itu muncul di mana-mana dan menjadi pemberitaan di seluruh dunia. Dia Paus paling banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Dia telah mengunjungi lebih dari 115 negara, termasuk Indonesia (1989). Dia juga selalu mencium bumi negeri yang dikunjunginya.

Pada tahun 1994, majalah Time memilihnya sebagai Man of the Year, karena dianggap menggetarkan hati banyak orang. Andrew M. Greeley dalam bukunya "The Making of Popes 1978", menuliskan, "Gerakannya, kehadirannya, senyumnya, gerakan tubuhnya, rasa bersahabat di matanya, telah membuat senang setiap orang. Ia selalu menjabat tangan, tersenyum, berbicara dan memberkati anak-anak."

Namun seorang warga Turki bernama Mehmet Ali Agca pernah menembaknya dua kali dalam suatu percobaan pembunuhan (1981) di Lapangan Santo Petrus. Tak lama kemudian Paus mengunjungi penembaknya di penjara dan memaafkan dia. Ketika itu Agca pun sempat berkata, "Bagaimana mungkin aku tidak bisa membunuh Anda?"

Dia sungguh Paus yang disenangi banyak orang. Kendati selalu saja ada orang yang tidak menyukai bahkan memusuhinya. Dia memang sering memperingatkan bahayanya materialisme, egoisme dan sekularisme. Ia juga menyerukan penurunan standar hidup di beberapa negara maju seperti AS bisa berbagi dengan negara dunia ketiga. Paus menegaskan bahwa materialisme bukanlah jawaban bagi dunia. Dia juga menolak perang, termasuk invasi AS ke Afghanistan dan Irak. Dia juga menentang aborsi, kontrasepsi, dan euthanasia. Baginya bayi di dalam kandungan adalah kehidupan yang harus dibela.

Sungguh, dunia kehilangan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II ini. Namun namanya pastilah dikenang sepanjang masa. Selamat Jalan! ► e-ti/ tsl, dari berbagai sumber

Nama:
Paus Yohanes Paulus II
Nama Asli
Karol Jozef Wojtyla
Nama Panggilan:
Lolek
Lahir:
Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920
Meninggal:
Vatikan, Sabtu 2 April 2005 pukul 21.37 waktu Italia atau Minggu 3 April 2005 pukul 02.37 WIB
Jabatan:
- Paus Roma Katholik 16 Oktober 1978
- Pimpinan Negara Vatikan
- Uskup Roma
- Vikaris (Wakil) Kristus
- Penerus Santo Petrus
- Uskup Agung Gereja Katolik Sedunia
- Kardinal Gereja Katolik Polandia 1967

Ayah:
Karol Wojtyla
Ibu:
Emilia Kaczorowska Wojtyla

07 Agustus 2008

Mohammad Hatta


Latar belakang dan pendidikan

Hatta lahir dari keluarga ulama Minangkabau, Sumatra Barat. Ia menempuh pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan kemudian pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang. Saat usia 13 tahun, sebenarnya beliau telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ibunya menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya Bung Hatta melanjutkan studi ke MULO di Padang, baru kemudian pada tahun 1919 beliau pergi ke Batavia untuk studi di HBS. Beliau menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Erasmus Universiteit). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun.

Saat masih di sekolah menengah di Padang, Bung Hatta telah aktif di organisasi, antara lain sebagai bendahara pada organisasi Jong Sumatranen Bond cabang Padang.

Pada tangal 27 November 1956, Bung Hatta memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Hukum dari Universitas Gadjah Mada di Yoyakarta. Pidato pengukuhannya berjudul “Lampau dan Datang”.

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis.

Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas berangkat ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di Batavia, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond Pusat, juga sebagai Bendahara.

Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres.

[sunting] Perjuangan

Saat berusia 15 tahun, Hatta merintis karir sebagai aktivis organisasi, sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond (JSB) Cabang Padang. Di kota ini Hatta mulai menimbun pengetahuan perihal perkembangan masyarakat dan politik, salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mengenal pemikiran Tjokroaminoto dalam surat kabar Utusan Hindia, dan Agus Salim dalam Neratja.

Kesadaran politik Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis. “Aku kagum melihat cara Abdul Moeis berpidato, aku asyik mendengarkan suaranya yang merdu setengah parau, terpesona oleh ayun katanya. Sampai saat itu aku belum pernah mendengarkan pidato yang begitu hebat menarik perhatian dan membakar semangat,” aku Hatta dalam Memoir-nya. Itulah Abdul Moeis: pengarang roman Salah Asuhan; aktivis partai Sarekat Islam; anggota Volksraad; dan pegiat dalam majalah Hindia Sarekat, koran Kaoem Moeda, Neratja, Hindia Baroe, serta Utusan Melayu dan Peroebahan.

Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini, Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, “Namaku Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kawin lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. “Tapi Wolandia terlalu miskin sehingga lebih mencintai hartaku daripada diriku dan menyia-nyiakan anak-anakku,” rutuk Hatta lewat Hindania.

Pemuda Hatta makin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara JSB Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, serta diskusi dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Saban Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air. Pokok soal yang kerap pula mereka perbincangkan ialah perihal memajukan bahasa Melayu. Untuk itu, menurut Bahder Djohan perlu diadakan suatu majalah. Majalah dalam rencana Bahder Djohan itupun sudah ia beri nama Malaya. Antara mereka berdua sempat ada pembagian pekerjaan. Bahder Djohan akan mengutamakan perhatiannya pada persiapan redaksi majalah, sedangkan Hatta pada soal organisasi dan pembiayaan penerbitan. Namun, “Karena berbagai hal cita-cita kami itu tak dapat diteruskan,” kenang Hatta lagi dalam Memoir-nya.

Selama menjabat Bendahara JSB Pusat, Hatta menjalin kerjasama dengan percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada medio tahun 1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.

Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002
Perangko Satu Abad Bung Hatta diterbitkan oleh PT Pos Indonesia tahun 2002

Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!” berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.

Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah– sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme belanda. Dari sanalah mereka semua berasal.

Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.

Pada tahun 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda, dan di sinilah ia bersahabat dengan nasionalis India, Jawaharlal Nehru. Aktivitasnya dalam organisasi ini menyebabkan Hatta ditangkap pemerintah Belanda. Hatta akhirnya dibebaskan, setelah melakukan pidato pembelaannya yang terkenal: Indonesia Free.

Pada tahun 1932 Hatta kembali ke Indonesia dan bergabung dengan organisasi Club Pendidikan Nasional Indonesia yang bertujuan meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia melalui proses pelatihan-pelatihan. Belanda kembali menangkap Hatta, bersama Soetan Sjahrir, ketua Club Pendidikan Nasional Indonesia pada bulan Februari 1934. Hatta diasingkan ke Digul dan kemudian ke Banda selama 6 tahun.

Pada tahun 1945, Hatta secara aklamasi diangkat sebagai wakil presiden pertama RI, bersama Bung Karno yang menjadi presiden RI sehari setelah ia dan bung karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Oleh karena peran tersebut maka keduanya disebut Bapak Proklamator Indonesia.