31 Juli 2008

Cut Nyak Dhien


Latar belakang keluarga

Cut Nyak Dhien dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Lampadang, wilayah VI Mukim pada tahun 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang VI Mukim, yang juga merupakan keturunan Machmoed Sati, perantau dari Sumatera Barat. Machmoed Sati mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dhien merupakan keturunan Minangkabau[4][2]. Ibu Cut Nyak Dhien adalah putri uleebalang Lampagar.

Masa kecil

Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien adalah anak yang cantik. Ia memperoleh pendidikan pada bidang agama (yang dididik oleh orang tua ataupun guru agama) dan rumah tangga (memasak, melayani suami, dan yang menyangkut kehidupan sehari-hari yang dididik baik oleh orang tuanya). Banyak laki-laki yang suka pada Cut Nyak Dhien dan berusaha melamarnya. Pada usia 12 tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya pada tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari uleebalang Lamnga XIII. Mereka memiliki satu anak laki-laki.

Perlawanan saat Perang Aceh

Belanda menyerang Aceh

Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh, dan mulai melepaskan tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citdadel van Antwerpen. Perang Aceh meletus. Perang pertama (1873-1874), yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah melawan Belanda yang dipimpin Kohler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu, pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen dibawah pimpinan Kohler, dan langsung bisa menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Cut Nyak Dhien yang melihat hal ini berteriak:

Lihatlah wahai orang-orang Aceh!! Tempat ibadat kita dirusak!! Mereka telah mencorengkan nama Allah! Sampai kapan kita begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda?

Kesultanan Aceh dapat memenangkan perang ini. Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan kembali dengan sorak kemenangan, sementara Kohler tewas tertembak pada April 1873.

Van Heutsz sedang memerhatikan pasukannya dalam penyerangan di Perang Aceh
Van Heutsz sedang memerhatikan pasukannya dalam penyerangan di Perang Aceh

Pendudukan VI Mukim

Pada tahun 1874-1880, dibawah pimpinan Jenderal Van Swieten, daerah VI Mukim dapat diduduki Belanda pada tahun 1873, sedangkan Keraton Sultan jatuh pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suaminya selanjutnya bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim.

Kematian Ibrahim Lamnga

Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878. Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.

Pernikahan dengan Teuku Umar

Setelah itu, Teuku Umar, tokoh pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, namun, karena Teuku Umar mempersilahkannya untuk ikut bertempur dalam medan perang, Cut Nyak Dien akhirnya menerimanya dan menikah lagi dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Hal ini membuat meningkatnya moral semangat perjuangan Aceh melawan Kapke Ulanda (Belanda Kafir). Nantinya, Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar memiliki anak yang bernama Cut Gambang.

Rencana Teuku Umar

Teuku Umar, suami kedua Cut Nyak Dhien(sumber: foto-foto.com)
Teuku Umar, suami kedua Cut Nyak Dhien
(sumber: foto-foto.com)

Perang dilanjutkan secara gerilya dan dikobarkan perang fi'sabilillah. Sekitar tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan mendekati Belanda dan hubungannya dengan orang Belanda semakin kuat. Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar dan pasukannya yang berjumlah 250 orang pergi ke Kutaraja dan menyerahkan diri kepada Belanda untuk menipu orang Belanda, sehingga saat mereka keluar dari hutan mereka berkata:

Mereka menyadari mereka telah melakukan hal yang salah, sehingga mereka ingin membayar kembali kepada Belanda dengan menolong mereka menghancurkan perlawanan Aceh

Belanda sangat senang karena musuh yang berbahaya mau membantu mereka, sehingga mereka memberikan Teuku Umar gelar Teuku Umar Johan Pahlawan dan menjadikannya komander unit pasukan Belanda dan kekuasaan penuh. Ia menyimpan rencana ini sebagai rahasia, walaupun dituduh sebagai penghianat oleh orang Aceh, bahkan, Cut Nyak Meutia datang menemui Cut Nyak Dhien dan memakinya. Cut Nyak Dien berusaha menasehatinya untuk kembali melawan Belanda, namun, ia masih terus berhubungan dengan Belanda. Teuku Umar mencoba untuk mempelajari taktik Belanda, sementara pelan-pelan mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang ia kuasai menjadi unit Belanda yang merupakan gerilyawan Aceh. Ketika jumlah orang Aceh pada pasukan tersebut cukup, Teuku Umar melakukan rencana palsu pada orang Belanda dan mengklaim bahwa ia ingin menyerang basis Aceh.

Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pergi dengan semua pasukan dan perlengkapan berat, senjata, dan amunisi Belanda, lalu tidak pernah kembali. Penghianatan ini disebut Het verraad van Teukoe Oemar (penghianatan Teuku Umar).

Reaksi Belanda

Teuku Umar yang menghianati Belanda menyebabkan Belanda marah dan meluncurkan operasi besar-besaran untuk menangkap baik Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Namun, gerilyawan kini dilengkapi perlengkapan terbaik dari Belanda dan mengembalikan identitasnya menjadi pasukan gerilyawan. Mereka mulai menyerang Belanda sementara jendral Van Swieten diganti. Penggantinya, jendral Pel, dengan cepat terbunuh dan pasukan Belanda berada pada kekacauan untuk pertama kalinya. Selain itu, Belanda mencabut gelar Teuku Umar dan membakar rumahnya, dan juga mengejar keberadaannya.

Pembantaian Jendral Van Der Heyden

Dien dan Umar menekan Belanda dan menduduki Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar) dan Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas. Pasukan gerilyawan kuat yang dilatih dan dibuat dan memimpil hal ini sukses. Sejarah yang mengerikan bagi orang Belanda terus terjadi, tetapi, jendral Van Der Heyden ditugaskan dan tidak pernah dilupakan oleh orang Aceh. Pembantaian yang berdarah dilakukan terhadap laki-laki, wanita dan anak-anak pada desa, ketika jendral Van Der Heyden masuk kedalam unit "De Marsose". Mereka dianggap biadab oleh orang Aceh dan sangat sulit ditaklukan, selain itu, kebanyakan pasukan "De Marsose" merupakan orang Tionghoa-Ambon yang menghancurkan semua yang ada di jalannya, termasuk rumah dan orang-orang. Akibat dari hal ini, pasukan Belanda merasa simpati kepada orang Aceh dan Van Der Heyden membubarkan unit "De Marsose". Peristiwa ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan Jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan masih tetap ada pada penduduk Aceh.

Kematian Teuku Umar

Jendral Van Heutz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899, dan akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Hal ini diketahui karena diinformasikan oleh informan yang bernama Teuku Leubeh. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien mendengar kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan Dien berkata:

Sebagai wanita Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah "Shaheed"

Bertempur bersama pasukan kecil

Akibat kematian suaminya, Cut Nyak Dien memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 dan berisi laki-laki dan wanita karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh, selain itu, Cut Nyak Dien semakin tua. Matanya sudah mulai rabun, dan ia terkena penyakit encok dan juga jumlah pasukannya terus berkurang, serta sulitnya memperoleh makanan. Hal ini membuat iba para pasukan-pasukannya, termasuk salah satu pasukannya bernama Pang Laot Ali yang melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dien pada Belanda karena iba, selain itu, agar Belanda mau memberinya perawatan medis dan membawa Belanda ke markas Cut Nyak Dhien di Beutong Le Sageu.

Ditangkap Belanda

Anak buah Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda sehingga Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Mereka terkejut dan bertempur mati-matian, dan Pang Karim, pasukannya berkata akan menjadi orang terakhir yang melindungi Dien sampai kematiannya. Akibat Cut Nyak Dhien memiliki penyakit rabun, ia tertangkap dan ia mengambil rencong dan mencoba untuk melawan musuh, namun aksinya berhasil dihentikan oleh Belanda. Ia ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Ia dipindah ke Sumedang berdasarkan Surat Keputusan No 23 (Kolonial Verslag 1907 : 12). Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan ia terus melanjutkan perlawanan yang sudah dilakukan ayah dan ibunya.

Masa tua

Setelah ia ditangkap, ia dibawa ke Banda Aceh dan dirawat disitu. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Belanda takut bahwa kehadirannya akan membuat semangat perlawanan, selain itu karena terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk, akhirnya Belanda kesal, lalu ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat.

Dibuang di Sumedang

Ia dibawa Sumedang bersama dengan tahanan politik Aceh lainnya dan menarik perhatian bupati Suriaatmaja, selain itu, tahanan laki-laki juga mendemonstrasikan perhatian pada Cut Nyak Dhien, tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapan identitas tahanan. Sampai kematiannya, masyarakat Sumedang tidak tahu siapa Cut Nyak Dhien yang mereka sebut "Ibu Perbu" (Ratu). Selama ia ditahan, ia ditahan bersama ulama bernama Ilyas yang segera menyadari bahwa Cut Nyak Dhien yang tidak dapat bicara bahasanya merupakan sarjana Islam, sehingga ia disebut Ibu Perbu. Ia mengajar Al-Quran di Sumedang sampai kematiannya pada tanggal 8 November 1908. Ketika masyarakat Sumedang sudah beralih generasi dan gelar Ibu Perbu telah hilang, pada tahun 1960-an berdasarkan keterangan dari pemerintah Belanda, diketahui bahwa perempuan tersebut merupakan pahlawan dari Aceh yang diasingkan berdasarkan Surat Keputusan No 23 (Kolonial Verslag 1907 : 12).

Kematian

Setelah ia dipindah ke Sumedang, pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien meninggal karena usianya yang sudah tua. Makam "Ibu Perbu" baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan. Pada tahun 1960, orang lokal Sumedang yang mencari tahu kembali siapakah "Ibu Perbu", telah meninggal, namun, informasi datang dari surat resmi pemerintah Belanda pada "Nederland Indische", ditulis oleh Kolonial Verslag, bahwa "Ibu Perbu", pemimpin pemberontakan provinsi Aceh telah dibuang di Sumedang, Jawa Barat. Hanya terdapat satu tahanan politik wanita Aceh yang dikirim ke Sumedang, sehingga disadari bahwa Ibu Perbu adalah Cut Nyak Dhien, "Ratu Jihad" dan diakui oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.

Makam

Menurut penjaga makam, makam Cut Nyak Dhien baru ditemukan pada tahun 1959 berdasarkan permintaan Gubernur Aceh, Ali Hasan. Pencarian dilakukan berdasarkan data yang ditemukan di Belanda. Masyarakat Aceh di Sumedang sering menggelar acara sarasehan, dan pada acara tersebut, peserta berziarah ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak sekitar dua kilometer. Menurut pengurus makam, kumpulan masyarakat Aceh di Bandung sering menggelar acara tahunan dan melakukan ziarah setelah hari pertama Lebaran, selain itu, orang Aceh dari Jakarta melakukan acara Haul setiap bulan November

Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani Ibrahim Hasan, Gubernur Daerah Istimewa Aceh di Sumedang tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beson dengan luas 1.500 m2. Di belakang makam terdapat musholla dan di sebelah kiri makam terdapat banyak batu nissan yang dikatakan sebagai makam keluarga ulama besar dari Sumedang yang pernah dibuang ke Ambon yang bernama H. Sanusi, dan juga keluarga H. Sanusi merupakan pemilik tanah kompleks makam Cut Nyak Dhien.

Pada batu nissan Cut Nyak Dhien, tertulis riwayat hidupnya, tulisan bahasa Arab, Surat At Taubah dan Al Fajar serta hikayat cerita Aceh.

Gerakan Aceh Merdeka melakukan perlawanan di Aceh untuk merdeka dari Republik Indonesia sehingga mengurangi jumlah peziarah ke makam Cut Nyak Dhien, selain itu, daerah makam ini sepi akibat sering diawasi oleh aparat, bahkan tidak ada yang tahu letak makam Cut Nyak Dhien berada di Gunung Puyuh.

Kini, makam ini mendapat biaya perawatan dari kotak amal di daerah makam karena pemerintah Sumedang tidak memberikan dana.

16 Juli 2008

Edwin Howard Armstrong





Penemu FM Radio dan Sirkuit

Ia penemu FM radio, sirkuit regeneratif dan superheterodin, sehingga ia dijuluki bapak sirkuit. Memamg sejak kecil, Armstrong si anak pemalu putra dari seorang penerbit buku (ayah) dan guru (ibu), ini sudah tertarik pada mesin, kereta api, dan segala peralatan yang dianggapnya aneh.

Berawal ketika usianya masih 14 tahun, ia membaca tentang telegraf buatan Marconi, dimana saat itu telah berhasil mengirimkan berita tanpa kawat ke seberang Samudra Atlantik, walaupun di tempat tujuan, suara kode Morse hanya terdengar sayup-sayup, tidak jelas. Sejak itulah ia bercita-cita ingin membuat suara radio sejelas mungkin.

Pria kelahiran 18 Desember 1890 di New York City, ini ketika masih berusia 17 tahun saja dan masih duduk di SMA, sudah mampu mewujudkan cita-citanya walaupun belum begitu sempurna. Ia telah berhasil membuat sendiri stasiun radio di rumahnya. Setelah menyelesaikan SMA-nya ia kemudian masuk Fakultas Tekhnik Listrik, Universitas Columbia, universitas yang tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya sehingga ia bisa pulang-pergi naik sepeda motor merah, hadiah ulang tahun dari ayahnya.

Pada dekade yang bersamaan yaitu tepatnya pada tahun 1907, De Forest, juga menemukan ‘tabung hampa’ yang bernama trioda atau audion. ‘Tabung hampa’ tersebut dapat memperkuat suara yang lemah pada batas tertentu. Armstrong segera mempelajari tabung hampa buatan De Forest tersebut. Hasilnya, lima tahun kemudian atau pada tahun 1912 ia berhasil membuat sirkuit regeneratif atau sirkuit feedback.

Dengan sirkuit regeneratif atau sirkuit feedback tersebut, Armstrong yang warga negara Amerika Serikat dan seorang insinyur listrik, guru besar, jutawan, ini membuat ‘tabung hampa’-nya De Forest dapat memperkuat suara sampai beribu-ribu kali atau hampir mencapai setengah keras suara radio atau televisi zaman sekarang.

Dengan penemuan memperkeras suara radio tersebut, perdebatan sengit antara dirinya dengan De Forest untuk memperebutkan hak cipta atau paten penemuan tersebutpun terjadi. Pertengkaran di pengadilan sampai memakan waktu sampai 14 tahun dan perdebatan mereka di depan Mahkamah Agung Amerika Serikat terjadi sampai dua kali. Akhirnya, hakim memenangkan De Forest dan menyatakan Armstrong sebagai pihak yang kalah. Keputusan yang mungkin diakibatkan kekurangtahuan para hakim mengenai seluk-beluk listrik

Menyikapi kekalahan Armstrong ini, para ilmuwan menganggap keputusan pengadilan tersebut tidak adil dan tidak benar. Bahkan para ilmuwan memberi hadiah Medali Franklin kepada Armstrong. Medali yang merupakan hadiah tertinggi di Amerika Serikat bagi seorang ilmuwan yang berprestasi.

Pada usia 64 tahun, tepatnya pada tanggal 1 Februari 1954 di New York City, tokoh besar fisika yang bisa disetarafkan dengan Ampere, Bell, Faraday, dan Marconi, ini meninggal dunia. ► atur/mlp-ms

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Nama:
Edwin Howard Armstrong
Lahir:
New York City, 18 Desember 1890
Meninggal:
New York City, 1 Februari 1954
Ayah:
Seorang penerbit buku
Ibu:
Seorang Guru.
Warga Negara:
Amerika Serikat
Pendidikan:
Insinyur listrik dari Universitas Columbia
Pekerjaan:
Guru besar
Julukan:
Bapak sirkuit
Penemuan:
- Penemu FM radio
- Penemu sirkuit regeneratif dan superheterodin

Aristoteles


Bapak Ilmu Pengetahuan


Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, bapak peradaban Barat, bapak ensiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, atau guru(nya) para ilmuwan adalah berbagai julukan yang diberikan pada ilmuan ini. Berbagai temuannya seperti logika yang disebut juga dengan ilmu mantik yaitu pengetahuan tentang cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat, membuat namanya begitu dikenal oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah mengecap pendidikan.

Begitu juga dengan biologi, fisika, botani, astronomi, kimia, meteorologi, anatomi, zoologi, embriologi, dan psikologi eksperimental merupakan temuannya juga. Penemuan-penemuan yang

Sudah 2.000 tahun lebih, namun istilah-istilah yang dipakainya pada berbagai ciptaan atau temuannya masih dipakai sampai sekarang, seperi: informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dan sebagainya. Disamping itu, ia juga seorang pengarang yang telah menghasilkan lebih dari 50 buah buku yang semuanya dilengkapi dengan uraian yang sistematis, jelas, dan dalam.

Pria yang lahir di Stagirus, Macedonia, pada tahun 384 sM, inilah orang pertama di dunia yang dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukannya dengan jalan melihat gerhana.

Sepuluh jenis kata seperti yang dikenal orang saat ini seperti; kata kerja, kata benda, kata sifat, dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil pemikirannya. Dia jugalah yang mengatakan bahwa “manusia adalah makhluk sosial”, bahwa “tiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya”, bahwa “kunci pengetahuan adalah logika”, dan “dasar pengetahuan adalah fakta”.

Aristoteles adalah ilmuan yang religius. Ia sangat percaya akan kuasa Tuhan. “Semua yang bergerak di alam semesta ini bergerak menuju Tuhan” katanya. Maka, “orang yang ingin bahagia harus berbuat baik sebanyak-banyaknya”, katanya lagi.

Ayahnya yang bernama Nicomachus, seorang dokter di istana Amyntas III, raja Macedonia, kakek Alexander Agung, meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karenanya, ia kemudian dipelihara oleh Proxenus, pamannya- saudara dari ayahnya. Pada usia 17 tahun ia masuk akademi milik Plato di Athena. Dari situlah ia kemudian menjadi murid Plato selama 20 tahun.

Dengan meninggalnya Plato pada tahun 347 sM, Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama 12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di Assus, dan menikah dengan Pythias yang tak lama kemudian meninggal. Ia lalu menikah lagi dengan Herpyllis yang kemudian melahirkan baginya seorang anak laki-laki yang ia beri nama Nicomachus, seperti nama ayahnya. Pada tahun-tahun berikutnya ia juga mendirikan akademi di Mytilene. Saat itulah ia sempat jadi guru Alexander Agung selama 3 tahun.

Di Lyceum, Athena pada tahun 335 sM, ia juga mendirikan semacam akademi. Di sinilah ia selama 12 tahun memberikan kuliah, berpikir, mengadakan riset dan eksperimen, serta membuat catatan-catatan dengan tekun dan cermat.

Pada tahun 323 sM Alexander Agung meninggal. Karena takut dibunuh orang Yunani yang membenci pengikut Alexander, Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Tapi ajal memang tak mengenal tempat. Mau bersembunyi kemanapun, kalau ajal sudah tiba tidak ada yang bisa menolak. Demikian juga dengan tokoh ini, satu tahun setelah pelariannya ke kota itu, yaitu tepatnya pada tahun 322 sM, pada usia 62 tahun ia meninggal juga di kota tersebut, Chalcis, Yunani. ► atur/mlp-ms

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Nama:
Aristoteles
Lahir:
Stagirus, Macedonia, tahun 384 sM
Meninggal:
Chalcis, Yunani, pada tahun 322 sM.
Ayah:
Nicomachus (Dokter di istana Amyntas III, raja Macedonia, kakek Alexander Agung)
Istri:
Pythias
Herpyllis
Anak:
Nicomachus (sama dengan nama ayahnya)
Julukan:
- Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman.
- Bapak peradaban Barat
- Bapak ensiklopedi
- Bapak ilmu pengetahuan
- atau Guru(nya) para ilmuwan.
Penemuan:
- Logika (ilmu mantik: pengetahuan tentang cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat). - Biologi, fisika, botani, astronomi, kimia, meteorologi, anatomi, zoologi, embriologi, dan psikologi eksperimental.
Pendiri:
- Akademi di Assus.
- Akademi di Mytilene
- Akademi di Lyceum, Athena, tahun 335 sM.

Istilah-istilah ciptaan Aristoteles masih dipakai sampai sekarang:
Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dan sebagainya

Sir Richard Arkwright

Bapak Sistem Pabrik


Orang yang gigih. Sampai umur 50 tahun, malam hari ia manfaatkan untuk belajar tata bahasa dan pengetahuan lain dalam mengejar ketertinggalannya. Begitu juga dalam bekerja, 16 jam dalam sehari selalu ia pergunakan. Itulah pribadi Sir Richard Arkwright, pengusaha industri tekstil, dan penemu mesin pintal, yang dijuluki ‘Bapak sistem pabrik’ini.

Melihat perjalanan hidup pria kelahiran Preston, Lancashire, Inggris, pada tanggal 23 Desember 1732, ini sebenarnya sungguh tidak disangka akhirnya bisa menempatkannya sejajar dengan ilmuan-ilmuan dunia lainnya sebagai seorang penemu. Dikatakan demikian sebab Arkwright kecil, yang warga negara Inggris ini hanyalah seorang anak biasa dan sangat biasa.

Arkwright yang merupakan anak bungsu dari keluarganya ini sebenarnya tidak tamat SD. Pada umur 10 tahun ia sudah bekerja sambil belajar pada tukang pangkas rambut. Sesudah jadi tukang pangkas rambut beberapa bulan, ia kemudian bekerja sambil belajar pada tukang membuat wig (rambut tiruan). Setelah mahir membuat wig, ia kemudian membuat wig sendiri (tidak lagi bekerja pada orang lain-red), dan dipasarkannya sendiri dengan cara mengembara hampir ke seluruh Inggris. Selanjutnya, ia mendirikan toko wig dengan harta warisan dari ayahnya. Namun usaha wig itu rupanya tidak begitu menguntungkan baginya.

Benda yang mirip rambut yakni benang yang ia lihat selagi mengembara memasarkan wig buatannya ke hampir seluruh Inggris, dimana saat itu ia sering melihat orang memintal benang dan menenun kain, mulai menarik perhatiannya.

Ketika itu harga benang sangat mahal karena di Inggris sendiri belum ada pabrik, belum ada mesin, belum ada listrik, bahkan mesin uap sajapun belum ada. Kain kapas masih diimpor dari India, sehingga harganya sangat mahal. Di Inggris, negerinya sendiri, hanya ada benang wol, linen (rami), dan sutera. Padahal wol dan rami dianggab terlalu kasar, sedangkan sutera dianggap terlalu halus.

Dengan alasan itu, ia yang saat itu masih berusia sekitar 20 tahun, mulai berpikir cara memintal (membuat) benang kapas yang kuat. Ketika itu alat pintal benang memang sudah ada tapi masih sangat sederhana. Sebuah alat pintal hanya menghasilkan seutas benang. Dan pada tahun 1764, Hargreaves juga telah membuat alat pintal yang dapat menghasilkan 30 benang, tapi benang yang dihasilkan Hargreaves kurang kuat. Setelah bekerja keras selama 5 tahun, maka pada tahun 1769 Arkwright berhasil membuat alat pintal yang lebih baik. Benang yang dihasilkan mutunya lebih bagus dibandingkan benang buatan Hargreaves.

Dan dua tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1771, Arkwright mendirikan pabrik pintal benang di Cromford. Pabrik pintal bertenaga air pertama di dunia. Pabrik pintal tersebut dapat menghasilkan benang bermutu tinggi dengan cepat sekali.

Namun seiring dengan kesuksesannya, tantangan dan rintangan juga datang bertubi-tubi. Buruh-buruhnya terlampau khawatir, mereka mengira jika produksi benang sudah terlalu banyak maka mereka akan dipecat, karena kekhawatiran itu tadi sehingga mereka berontak dan menghancurkan pabrik tersebut. Kesulitan tidak sampai disitu. Dari pelbagai pihak datang protes dan tuduhan. Ia dituduh mencuri hasil penemuan orang lain sehingga ia dituntut ke pengadilan. Dan ia-pun dinyatakan kalah, sehingga ia harus kehilangan hak patennya.

Tapi karena memang sifatnya yang sabar, gigih, suka humor. Maka dengan bantuan sahabat-sahabatnya, akhirnya ia dapat mendirikan industri pemintalan di beberapa tempat. Pada tahun 1782 ia telah mempunyai 5.000 karyawan dan modal sebesar £ 200.000. Dan sekitar tahun 1789 telah mempunyai 8 pabrik pemintalan, 5 diantaranya terletak di Derbyshire. Disamping itu, sebelas pabrik milik orang lain menggunakan mesin pintal buatannya. Dan yang lebih penting dari semuanya itu adalah pengakuan dunia atas karyanya dimana pada zaman sekarang seluruh dunia telah mengakui bahwa Arkwright-lah yang menemukan mesin pintal bertenaga air.

Dalam kehidupan keluarganya, pria yang juga mantan perwira tinggi polisi termasuk seorang ayah yang bertanggung jawab. Pada usia 20 tahunan ia menikah dengan Patience Holt yang pada tanggal 19 Desember 1755, melahirkan baginya seorang anak laki-laki yang ia beri nama Richard. Namun karena sesuatu hal, setahun berikutnya Patience Holt meninggal. Arkwright dan Richard kecil-pun hidup tanpa seorang ibu rumah tangga. Dan barulah enam tahun kemudian ia menikah lagi dengan Margaret Biggins dan melahirkan seorang anak perempuan.

Tahun 1786, enam tahun sebelum meninggal ia menerima gelar bangsawan dari Raja George III. Dan pada umur 60 tahun, tepatnya tanggal 3 Agustus 1792, Sir Richard Arkwright meninggal di Cromford, Derbyshire, Inggris. ► atur/mlp-ms

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)












Nama:
Sir Richard Arkwright
Lahir:
Preston, Lancashire, Inggris, 23 Desember 1732
Meninggal:
Cromford, Derbyshire, Inggris, 3 Agustus 1792
Istri:
Patience Holt
Margaret Biggins
Warga Negara:
Inggris
Pendidikan:
Tidak tamat SD
Pekerjaan:
Pengusaha industri tekstil
Perwira tinggi polisi
Julukan:
Bapak sistem pabrik
Penemuan:
Mesin pintal (1769)
Penghargaan:
Gelar bangsawan dari Raja George III tahun 1786

13 Juli 2008

Alfred Simanjuntak

Bangun Pemudi Pemuda


Namanya terukir sebagai pencipta lagu nasional ‘Bangun Pemudi Pemuda’. Judul lagu itu tampaknya selalu menjadi obsesi pria suku Batak kelahiran Parlombuan, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 8 September 1920 itu. Hal itu setidaknya tercermin dari Karya Paparnya berjudul Membangun Manusia Pembangunan, saat menerima gelar Doctor Honoris Causa (DR. HC) atas pengabdiannya selama 60 tahun di bidang pendidikan dari Saint John University, 10 Februari 2001 di Jakarta.

Alfred Simanjuntak, seorang pencipta lagu yang berprofesi sebagai guru hampir sepanjang hidupnya. Saat menulis lagu Bangun Pemuda-Pemudi tersebut dia berusia 23 tahun (1943) dan bekerja sebagai guru Sekolah Rakyat Sempurna Indonesia di Semarang. Sebuah sekolah dengan dasar jiwa patriotisme yang didirikan oleh sejumlah tokoh nasionalis seperti Dr Bahder Djohan, Mr Wongsonegoro, dan Parada Harahap.

Obsesi kemerdekaan negeri dan membangun pemuda-pemudi Indonesia itu terus memenuhi benaknya hingga suatu kali saat sedang mandi Alfred terinspirasi menulis syair lagu itu. Kala itu dia seperti mendengar suara-suara melodi di telinganya. "Tuhan memberikan lagu ke kuping saya selagi lagi mandi. Saya cepat-cepat mandi, lalu saya tulis segera," kisahnya.

Lagu Bangun Pemudi Pemuda itu digubahnya dalam suasana batin seorang anak muda yang gundah di negeri yang sedang terjajah. "Rasa ingin merdeka kuat sekali di kalangan anak muda saat itu. Kalau ketemu kawan, kami saling berucap salam merdeka!" tutur Alfred Simanjuntak di rumahnya di kawasan Bintaro, Tangerang, Banten.

Bahkan menurut pengakuannya, lagu tersebut nyaris mengancam jiwanya. Sebab, gara-gara lagu yang dinilai sangat patriotik itu, nama Alfred Simanjuntak masuk daftar orang yang dicari Kempetai, polisi militer Jepang untuk dihabisi.

Hingga saat ini, lagu itu masih tetap dikumandangkan, termasuk pada setiap perayaan Kemerdekaan RI 17 Agustus. Bahkan Band Cokelat pada album Untukmu Indonesia-ku juga merilis lagu itu. Juga oleh Paduan Suara Anak-anak Surya dalam album Kumpulan Lagu Wajib Indonesia Raya.

Alfred di masa kecil, hidup bersahaja tapi bahagia. Dia putera pasangan Guru Lamsana Simanjuntak-Kornelia Silitonga, delapan bersaudara. Dia mengenang saat makan nasi, daun singkong, dengan lauk ikan asin sebesar jari. Namun dia tetap mensyukuri ikan asin yang cuma seujung jari itu. Keluarga itu tetap hidup dalam sukacita.

Sukacita itu tercermin dari kegemarannya bernyanyi. Alfred sering tampil bernyanyi di acara Natal sejak duduk di Hollands Inlandsche School (HIS) di Narumonda, Porsea, Tapanuli Utara. Kemudian kemahiran musik Alfred berkembang ketika dia belajar di Hollands Inlandsche Kweek School atau semacam sekolah guru atas di Margoyudan, Solo, Jawa Tengah, 1935-1942.

Di sekolah itu jiwa nasionalisme Alfred menguat. Sebab di sekolah itu dia berkumpul dengan kawan-kawan dari berbagai daerah, suku dan budaya, seperti Manado, Ambon, Batak dan Jawa. “Rasa percaya diri kami sebagai satu bangsa sudah tertanam kuat," kenang Alfred, yang akrab dipanggil Pak Siman dan fasih berbahasa Jawa.

Kemudian tahun 1950 – 1952, Alfred melanjut ke Fakultas Sastra Universitas Indonesia, MO Bahasa Indonesia, Jakarta. Lalu tahun 1954 – 1956 berturut-turut melanjutkan belajar di Rijksuniversiteit Utrecht, Leidse Universiteit, Leiden, Stedelijke, Amsterdam, Nederland.

Pada tahun 1946-1949, dia sempat menjadi wartawan surat kabar “Sumber” di Jakarta. Sejak tahun 1950, ia bekerja penuh di Badan Penerbit Kristen (BPK) Gunung Mulia, Jakarta, dan sempat menjadi pimpinannya. Akan tetapi, dia tetap aktif di musik. Tahun 1967 turut mendirikan Yayasan Musik Gereja (Yamuger) dan tahun 1985 memprakarsai Pesta Paduan Suara Rohani (Pesparani).

Dia juga juga terus menulis lagu. Pada tahun 1980, dia menulis lagu Negara Pancasila. Belakangan dia diminta Gus Dur menggubah Himne Partai Kebangkitan Bangsa. Selain itu, Alfred juga banyak mencipta lagu rohani. Bahkan dia pernah menulis lagu dalam irama dangdut, Terumbu Karang atas permintaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang akan disosialisasikan kepada masyarakat di kawasan pesisir Riau, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.

Alfred kini telah menjadi ompung (kakek) dari 11 cucu yang lahir dari empat anaknya, yaitu Aida, Toga, Dorothea, dan John. Putri sulungnya, Aida Swenson-Simanjuntak, dikenal sebagai penggiat kelompok Paduan Suara Anak Indonesia. ►e-ti

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

================================================

Alfred Simanjuntak

Membangun Manusia Pembangunan

CATATAN REDAKSI: Pada 10 Februari 2001, Alfred Simanjuntak menerima gelas Doctor HC dari Saint John University, dengan Karya Papar berjudul MEMBANGUN MANUSIA PEMBANGUN. Berikut ini naskah elngkap karya papar Alfred Simanjuntak tersebut.

=================================================

Bangun Pemudi Pemuda
Ciptaan: A. Simanjuntak

Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa


Nama:
Alfred Simanjuntak
Lahir:
Parlombuan, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 8 September 1920
Agama:
Kristen

Pendidikan:
- Holands Inlandse School, Narumonda, Porsea, Tapanuli Utara, 1928 – 1935
. Holands Inlandse Kweekschool, Surakarta, 1935 – 1941
- Fakultas Sastra UI, MO Bahasa Indonesia, Jakarta, 1950 – 1952
- Rijksuniversiteit Utrecht, Leidse Universiteit, Leiden, Stedelijke, Amsterdam, Nederland, 1954 – 1956
- Dr HC dari Saint John University 10 Februari 2001

Pengalaman:
- Pencipta lagu (Di antaranya Bangun Pemuda Pemudi, Indonesia Bersatulah dan Negara Pancasila)
- Guru di BPK PENABUR, TKK Gading Serpong, TKK 4, TKK 10 dan TKK 11
- Wartawan surat kabar “Sumber” di Jakarta, 1946 – 1949
- Pendiri Badan Penerbit Kristen (BPK) Gunung Mulia, Jakarta, 1950 dan sempat menjadi pimpinannya.
- Tahun 1967 turut mendirikan Yayasan Musik Gereja (Yamuger)
- Tahun 1985 memprakarsai Pesta Paduan Suara Rohani (Pesparani).

H. M. Jusuf Kalla

Negarawan yang Relijius


Karir politik pengusaha sukses ini justru berkibar dalam era reformasi. Dia seorang tokoh yang dinilai ‘bersih’ dan dapat diterima semua golongan. Dialah tokoh utama perdamaian Malino. Tokoh yang berpenampilan bersahaja dan berjiwa kebangsaan ini seorang negarawan yang meletakkan kepentingan negara dan bangsanya di atas kepentingan lainnya.

Anak bangsa kelahiran Watampone, Bone, 15 Mei 1942 yang dibesarkan dalam keluarga nahdiyin dan menikah dengan puteri yang dibesarkan dalam keluarga Muhammadiyah, ini seorang kader Golkar yang selama menjabat Menko Kesra melaksanakan tugas dengan baik. Pada masa pemerintahan Gus Dur, ia dipercaya memimpin Departemen Prindustrian dan Perdagangan. Kendati hanya enam bulan. Ia dipecat dengan alasan yang tidak jelas. Dalam buku berjudul “Enam Bulan Jadi Menteri” ia kemudian menguraikan pengalamannya. Buku ini menurut pengantar penyusunnya, S. Sinansari Ecip, tidak hanya sebagai dokumentasi, tetapi juga sebagai pertanggungjawaban seorang pejabat tinggi kepada masyarakat.

Mungkin, sebagaimana ditulis TEMPO, Muhammad Jusuf Kalla ini dilahirkan untuk bergelut dengan krisis. Sebab ketika masih berusia 25 tahun, putera Bone ini sudah harus memegang kendali bisnis ayahnya yang sedang menurun. Dan ia berhasil. Tangan dinginnya mampu menyingkirkan berbagai kesulitan dan menyelamatkan bisnis keluarganya. Lalu, pada usia berkepala enam, tangannya masih bertuah mengantarkan perdamaian di Poso dan Ambon.

Dengan merendah, ia mengatakan, upayanya dalam perjanjian Malino adalah bahagian dari tugas sebagai seorang menteri, mengatasi masalah konflik dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ia melihat konflik dan perselisihan akan menyebabkan kemiskinan, baik dalam bentuk materi ataupun nonmateri. Sehingga, kepada mereka yang bertikai, harus diberikan kesadaran untuk menghentikan konflik dengan cara damai bukan melalui perang.

“Karena mereka yang berselisih ini memandang dari sudut agama, jadi kita memberikan kesadaran dari sisi agama juga. Karena semua agama, menurut saya, melarang membunuh tanpa alasan yang jelas,” ujar Ketua IKA-UNHAS (Ikatan Keluarga Alumni Universitas Hasanuddin) ini. Kendati ia yakin bahwa konflik di Maluku bukanlah konflik agama, tapi awalnya dipicu oleh persoalan ekonomi.

Lalu ia berupaya secara ikhlas memberikan pengertian bahwa apa yang mereka lakukan, baik itu kepada orang Islam maupun Kristen, sebenarnya semakin membawa mereka masuk neraka. “Saya katakan demikian dengan nada yang keras bagi kedua kelompok,” kata nahdliyin yang pernah menjabat Ketua Harian Yayasan Islamic Center Al-Markaz ini.

Memang, dalam menangani konflik Poso dan Ambon, ia berani mempersalahkan kedua belah pihak. Ia tidak hanya memuji dan membujuk mereka yang bertikai. Bahkan, “saya marah kepada keduabelah pihak itu,” katanya tulus.

Dia memang seorang tokoh yang cukup berpengaruh terutama di Indonesia Bagian Timur. Ia sangat peduli atas percepatan pembangunan Indonesia, tak terkecuali di kawasan timur itu. Hal itu tercermin dalam bukunya berjudul: “Mari ke Timur!” (Penerbit PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 2000). Buku itu berisi pikiran-pikirannya tentang Indonesia Timur. Namun, bukan berarti ia hanya berpikir tentang kawasan Indonesia bagian Timur. Melainkan hal itu menunjukkan kepeduliannya untuk membangun seluruh negeri secara adil dan merata.

Secara politik tokoh berlatarbelakang pengurus masjid, HMI, KAHMI, NU Sulsel dan ICMI ini juga dikenal tidak hanya bisa berkomunikasi dengan teman-teman separtai atau satu agama dengannya. Ia bisa diterima di berbagai golongan dan kelompok kepentingan. Ia bukan politisi sektarian. Ia seorang pluralis berjiwa kebangsaan. Ia seorang pengusaha dan politisi yang negarawan.

Ia memang dikenal sebagai seorang anak bangsa penganut agama Islam yang taat dan berjiwa kebangsaan. Itulah sebabnya ia bisa dengan berani berbicara dengan kelompok-kelompok bertikai di Poso dan Ambon. Ia tidak berpihak kepada salah satu kelompok. Keikhlasan dan kejujurannya membawa damai tidak diragukan oleh masyarakat setempat. Ia orang yang biasa menghargai orang lain, termasuk orang yang berbeda pandangan dan keyakinan dengannya.

Dari kecil ia memang sudah diasuh orang tuanya untuk hidup sesuai ajaran agama Islam yang dianutnya, jujur dan menghargai orang lain. “Prinsip yang ditanamkan oleh orangtua saya sebenarnya sangat sederhana, yaitu menjadi orang yang taat beragama, bekerja sebaik-baiknya (bekerja keras), jujur dan menghormati orang lain. Salah satu dari sikap jujur itu adalah tidak menjadi orang yang melupakan janji atau mencederai janji,” katanya.

Ayahnya, H Kalla, seorang pengusaha dan tokoh Nahdlatul Ulama di Sulawesi Selatan. Tidak hanya ayahnya yang pengusaha. Ibunya juga berjualan sarung sutra Bugis. Usaha yang dirintis orang tuanya itu kemudian berkembang di tangan generasi keduanya yang dinakhodai Jusuf Kalla. Lulusan S1 Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanudin Makasar, 1967, ini dari sejak usia muda memang sudah sering diikutsertakan dalam usaha dan kegiatan keagamaan, membantu orangtua.

Dalam dunia usaha, ia telah dididik untuk menjadi orang yang ulet, jujur, memperhatikan langganan, mempunyai visi ke depan dalam menjalankan usaha bersama karyawan-karyawan yang lain. Itulah yang mengantarkannya mampu mengendalikan sejumlah perusahaan di antaranya sebagai Direktur Utama NV. Hadji Kalla, PT Bumi Karsa, PT. Bumi Sarana Utama, PT. Kalla Inti Karsa, serta Komisaris Utama PT. Bukaka Singtel International dan PT. Bukaka Teknik Utama sampai tahun 2001, sebelum menjadi menteri. Ayahnya mendirikan NV Hadji Kalla Trading Company tahun 1965. Dan nama itu, kini telah menjadi sebuah jaringan konglomerasi.

NU dan Muhammadiyah
Pada masa kecilnya, Jusuf Kalla dipanggil Ucu, lahir dari pasangan pedagang Bugis dan Nahdliyin yang taat yakni ayah H. Kalla dan ibu Hj. Athirah.
Ucu dibesarkan dalam sebuah keluarga besar yang taat beragama. Dia putra kedua dari 17 bersaudara. Pasangan setianya sampai saat ini adalah perempuan Padang bernama Mufidah, dari keluarga Muhammadyiah yang taat. Pasangan JK-Mufidah dikarunia lima orang anak— Lisa, Ira, Elda, Ihin, dan Chaerani.

Ayah dan ibunya mengedepankan asas agama dan memegang teguh etika berdagang. Ny. Athirah mengasuh anak-anaknya penuh kesabaran. Ayahnya patuh menjalankan perintah agama dan sangat menghargai persahabatan. Di dalam NV Hadji Kalla, Ucu bertindak selaku eksekutif, sedangkan ayahnya menjadi pengawas jalannya perusahaan.

Haji Kalla hanya berada satu jam sehari di kantornya. Usai shalat Dhuhur, sang Ayah mengurusi masjid. Haji Kalla sering jalan kaki berkain sarung ke dan dari kantornya di Pasar Sentral, Makassar. Jarak antara rumah lamanya dan kantor, kurang lebih satu kilo meter. Sedangkan rumah barunya berjarak dua kilo meter.
Di samping rumah lamanya berdiri Masjid Raya yang terbesar di Sulsel saat itu. Belasan tahun Haji Kalla menjadi bendahara masjid tersebut. Setelah ayahnya meninggal, Ucu yang tamatan The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Perancis, tahun 1977, ini meneruskan jabatan tersebut.

Ucu mengenang, setiap selesai shalat Jum’at, teman-teman ayahnya singgah ke rumahnya. Ibunya selalu menyediakan kue khas Bugis, barongko, dan jus es markisa. Barongko adalah pisang gepok yang dihaluskan, dicampur telur, santan dan gula. Lantas dibungkus dengan daun pisang dan dikukus.

Kemudian, Masjid Raya lama dibongkar dan dibangun Masjid Raya baru yang megah atas inisyatif Jusuf Kalla. Kemduian dibangun lagi Masjid Raya Al Markaz Al Islami yang megah dan berkarakter atas insyatif dua Jusuf, yaitu Jenderal (Purn) M. Jusuf yang kemudian bertindak selaku pelindung, dan Jusuf Kalla bertindak sebagai ketua panitia pelaksana pembangunan. Masjid Raya ini antara lain menyiapkan kader-kader ulama dan penghafalan Al Qur’an.

Sedangkan Yayasan Al Markaz yang didirikannya melakukan kegiatan yang lebih umum, seperti sekolah, pusat pengkajian dan diskusi cendekiawan muslim dan kegiatan budaya. Pengurusan sehari-harinya diserahkan kepada kalangan cendekiawan kampus.

Patuh Bayar Zakat
NV Hadji Kalla membeli bangunan dan tanah bekas Markas Komando Daerah Angkatan Udara di jantung kota Makassar, di tepi barat Lapangan Karebosi. Bangunan yang berdiri di tengah kompleks, pada zaman Belanda, dikenal sebagai Hotel Empress.

Semula direncanakan menghidupkan kembali kegiatan perhotelan di kompleks tersebut, bekerja sama dengan Hotel Hyatt. Namun ayahnya lebih setuju mendirikan pusat pendidikan. Lantas dibentuk Yayasan Pendidikan Haji Kalla. Maka dibangunlah kompleks pendidikan Athirah dari TK sampai tingkat lanjutan atas, untuk mengenang ibunya. Pendidikan Athirah bernafaskan Islam.

Sekarang NV Hadji Kalla telah menjadi sebuah jaringan konglomerasi yang bergerak di berbagai bidang usaha, antara lain perdagangan mobil, konstruksi bangunan, jembatan, perkapalan, real estate, transportasi, peternakan udang, perikanan, kelapa sawit dan telekomunikasi.

Perusahaan NV Haji Kalla dikenal patuh membayar zakat. Bagi JK tidak ada istilah tidak membayar zakat, karena hal itu urusan dengan Tuhan. Pada tahun tertentu, karena rugi, bisa saja perusahaannya tidak membayar pajak keuntungan. Tetapi membayar zakat tidak mengenal kata rugi dan untung.

Aktif di Pelbagai Bidang
Sebelum bergelut di bidang usaha, Ucu muda aktif di pelbagai kegiatan kemahasiswaan, terutama setelah menjadi Ketua KAMI Sulawesi Selatan, tahun 1966. Beberapa bekas aktivis mahasiswa mendapat “jatah” jabatan di pemerintahan. Jabatan yang dibagi-bagikan kepada mereka, semisal Badan Pimpinan Harian (BPH) di Pemda Sulsel, beberapa Kakanwil, Kepala Dolog dan anggota DPRD.

Ucu mendapat tawaran sebagai kepala Dolog. Skripsinya memang tentang beras. “Kalau tawaran itu saya ambil, bukan tidak mungkin saya jadi kepala Bulog,” kenang Ucu. Tawaran itu ditolak, namun Ucu terjun menjadi pedagang beras. Dia hanya mau menjadi anggota DPRD. Tapi, beberapa tahun kemudian, Jusuf benar-benar jadi Kepala Bulog, selain menjabat Menteri Perdagangan dan Industri dalam pemerintahan Presiden Gus Dur.

Ucu muda sangat enerjik, dinamis, dan kreatif. Dia aktif di berbagai kegiatan. Selama 24 tahun, dia jadi pengurus inti Kadin Sulsel. Lebih dari separuh waktunya menjabat Ketua Umum dan Koordinator Kadin se Kawasan Timur Indonesia (KTI). Dalam lebih sepuluh tahun terakhir getol memperjuangkan perbaikan ekonomi yang adil untuk KTI dan seluruh Nusantara.

Belakangan pun, JK menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Pusat. JK masih sempat memimpin Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unhas, dan anggota dewan penyantun tiga perguruan tinggi negeri di Makassar; Unhas, lKIP (Universitas Negeri Makassar), dan IAIN, beserta perguruan tinggi swasta.
JK empat kali menjadi anggota MPR Utusan Daerah dari Golkar (sekarang Partai Golkar). Pernah menjadi Ketua Pemuda Sekber Golkar. Sebagai ekonom, dia aktif di Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Pernah menjadi Ketua Umum ISEI Ujung Pandang (979-1989). Dan sampai sekarang menjadi penasehat ISEI Pusat.

Hidup Sederhana
Di dalam menjalankan tugasnya JK menekankan perlunya kejujuran dan loyalitas dari para pembantunya. Dia tak akan mentolerir segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan. Karena itu dia memberi contoh hidup bersih dan bersahaja. Itu akan menumbuhkan rasa kesetiakawanan, terutama dari golongan ekonomi lemah.

Sedapat mungkin kurangi kebiasaan konsumtif, atau kurangi kebutuhan-kebutuhan yang tidak perlu. Amatlah naïf, apabila dia sendiri tidak memberi teladan, sementara mengingatkan para pembantunya tidak hidup mewah. Karenanya, ketika ditunjuk menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan dia menolak berkantor di ruang mewah seluas 200 m2 dengan berbagai fasilitas. Lalu dia memilih berkantor di kantor yang lebih sederhana Jalan Gator Subroto yang lebih sederhana dengan perabut yang sudah lama.

Selaku menteri, juga kelak jika ia terpilih sebagai Wakil Presiden, dari segi pendapatan (gaji), sesungguhnya dia nombok. Sama sekali dia tidak mengharapkan kekayaan dari jabatannya. Bahkan saat menjabat menteri, setiap bulan ia meminta perusahaannya menyediakan dana untuk berbagai keperluan yang secara langsung atau tidak langsung menunjang pekerjaannya sebagai pejabat publik. Dia negarawan yang relijius. ►atur-Majalah Tokoh Indonesia Volume 14
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia

Nama :
Drs H Muhammad Jusuf Kalla
Lahir:
Watampone, 15 Mei 1942
Agama :
Islam
Jabatan Kenegaraan:
Wakil Presiden RI (2004-2009)
Menteri Koordinator Kesejahteraan Sosial Kabinet Gotong Royong (2001-2004)
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kabinet Persatuan Nasional (1999-2000)

Isteri:
Ny. Mufidah Jusuf (Lahir di Sibolga, 12 Februari 1943)
Anak:
1. Muchlisa Jusuf,
2. Muswirah Jusuf,
3. Imelda Jusuf,
4. Solichin Jusuf,
5. Chaerani Jusuf.

Pendidikan :
Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanudin Makasar, 1967
The European Institute of Business Administration Fountainebleu, Prancis (1977)

Pekerjaan
Agustus 2001 - 2004 : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
1999 - 2000 : Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI
1968 - 2001 : Direktur Utama NV. Hadji Kalla
1969 - 2001 : Direktur Utama PT. Bumi Karsa
1988 - 2001 : Komisaris Utama PT. Bukaka Teknik Utama
1988 - 2001 : Direktur Utama PT. Bumi Sarana Utama
1993 - 2001 : Direktur Utama PT. Kalla Inti Karsa
1995 - 2001 : Komisaris Utama PT. Bukaka Singtel International

Organisasi
2000 - sekarang : Anggota Dewan Penasehat ISEI Pusat
1985 - 1998 : Ketua Umum KADIN Sulawesi Selatan
1994 - sekarang : Ketua Harian Yayasan Islamic Center AI-Markaz
1992 - sekarang : Ketua IKA-UNHAS
1988 - 2001 : Anggota MPR-RI
2004-2009: Ketua Umum DPP Partai Golkar

Alamat Kantor:
Jalan Kebon Sirih Jakarta Pusat

Alamat Rumah:
Jl. Brawijaya Raya No. 6 Jakarta Selatan

Inu Kencana Syafiie

Kesaksian Nurani Guru Pamong

Inu Kencana Syafiie, Lektor Kepala IPDN (Institut Pemerintahan dalam Negeri), menyuarakan kesaksian yang didorong suara nurani seorang guru pamong untuk mengubah pola pendidikan di IPDN agar lebih humanis. Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran, itu berani mengambil risiko mengungkap kekerasan yang terjadi di kampus pencetak calon pamong praja itu. Inu, sosok yang memilih hidup dalam kebersahajaan.

Ini Kencana, pria kelahiran Payakumbuh, 14 Juni 1952, itu mengungkap kekerasan di IPDN yang menewaskan praja asal Manado, Cliff Muntu. Demi kebenaran, Inu tidak hanya menanggung risiko kehilangan pekerjaan, bahkan juga ancaman nyawa dan keluarganya. Hal yang juga dilakoninya ketika mengungkap kematian praja Wahyu Hidayat 2003 lalu.

Kala itu (2003) ia menerima layanan pesan singkat (short message service) yang berisi ancaman pembunuhan. Ancaman itu sempat ditelusuri Mabes Polri. Kemudian, ketika ia mengungkap kematian Cliff Muntu (2007), Inu diberi sanksi larangan mengajar sementara dan diperiksa tim investigasi Depdagri (8/4/2007). Intimidasi lewat SMS diterimanya, antara lain berbunyi: "Guruku sayang, kenapa kau tega memfitnah kami?"

bahkan ada 5 April 2007, ia sempat diusir dari ruang kuliah oleh teman sesama pengajar saat hendak mengajar mata kuliah Ilmu Pemerintahan. bahkan Depdagri dan rektorat pun mengeluarkan surat berhenti mengajar sementara untuknya.

Dosen Senior IPDN itu tetap bersikukuh membeberkan berbagai perlaku menyimpang di lingkungan IPDN ke publik, setelah kematian Cliff Muntu,20,madya praja asal Sulut, yang semula disebut pihak atasan di IPDN akibat penyakit lever.

Inu dengan amat terbuka dan blak-blakan selalu meladeni wawancara dengan wartawan dari berbagai media. Ponselnya berbunyi hampir setiap saat. Seakan tak kenal rasa takut dalam membeberkan kasus kekerasan dalam IPDN, Inu membeberkan satu per satu "ketidakwajaran" di kampus itu pada publik. Sorotan dan perhatian media menjadi salah satu modalnya untuk menentang arus "mayoritas tak bersuara" di kampus itu.

Bagi Inu: "Media adalah penyambung demokrasi bagi masyarakat. Biar masyarakat tahu apa yang sesungguhnya terjadi di IPDN. Tidak ada lagi takut jika masyarakat mendukung. Kasus ini harus dituntaskan sekarang atau tidak sama sekali. Ini jika kita ingin ada perubahan."

Inu sangat terbuka meladeni wartawan, kendati harus menjadi warga komuter, bolak- balik Jakarta-Sumedang utnuk melayani berbagai stasiun televisi. Di antaranya, ia tak takut bicara dalam acara Kupas Tuntas yang ditayangkan TransTV. Inu juga dengan senang hati datang ke Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, untuk memenuhi panggilan wakil rakyat yang ingin mendalami kasus kekerasan di IPDN.

Disertasi
Keseriusannya untuk menjadikan IPDN lebih humanis terlihat juga dari judul disertasinyanya : "Pengawasan Kinerja STPDN terhadap Masyarakat Kabupaten Sumedang". Dalam disertasi itu, disebutkan setidaknya 35 praja tewas akibat penganiaayaan selama tahun 1990-2005. Ini juga mengungkap dugaan fenomena seks bebas, penggunaan narkoba dan aborsi di lingkungan asrama IPDN. Disertasi dilengkapi data dan foto-foto mengenai kondisi IPDN, di antaranya data kasus kekerasan dan arogansi praja IPDN serta foto-foto penyiksaan sejumlah praja oleh para senior.

Menurut Indah Prasetyati, 45, istri Inu: ”Sekarang ini bapak sibuk sekali sampai tidak ada waktu istirahat. Tapi, saya sudah biasa. Dari dulu bapak memang berusaha menyuarakan kebenaran. Sekarang, ancaman pun sudah tidak saya gubris, sudah imun. Kalau dulu, waktu bapak mengungkap kasus kematian Wahyu Hidayat, saya masih takut dan khawatir.”

Indah mendukung apa pa yang dilakukan suaminya. Bahkan ketiga anak mereka (Raka, Nagara, dan Feriska) juga ikut mendukung. Bagi ketiga anak itu, Inu adalah figur ayah yang jujur dan tidak mau menutup-nutupi kesalahan. ”Selama bapak melakukan hal yang benar, anak-anak mendukungnya,” kata perempuan yang dinikahi Inu pada 1984 ini.

Inu, alumnus Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Cilandak, Jakarta, itu dengan tenang menangggapi larangan mengajar yang dijatuhkan padanya. Ia malah tidak menganggapnya sebagai sanksi atau skorsing. Menurut Inu, keputusan tersebut diambil agar dia bisa mendampingi tim investigasi bekerja membongkar kematian Cliff Muntu. ”Jadi saya masih belum tahu apakah keputusan itu merupakan sanksi. Sekarang kan saya diminta mendampingi tim investigasi,”kata Inu.

Inu juga tidak terlalu berpikir akan berkiprah di mana kalau dirinya dilarang mengajar di IPDN. Tekadnya hanya satu agar jangan sampai IPDN dibubarkan. Namun, sistem pendidikannya yang harus dirombak total. Bagi Inu, mengungkap kebenaran suatu keharusan, meski nyawa taruhannya.

Inu sadar sikapnya itu bukan tanpa risiko. Ancaman via SMS dan telepon pun kerap diterimanya. Untuk mengantisipasi keadaan yang tak diinginkan dua personel kepolisian berpakaian preman ditugaskan menjaga rumahnya. ’’Saya tidak pernah meminta pengawalan. Tapi, polisi sendiri yang mengirimkan pengawal ke rumah saya,”katanya.

Inu, yang berusaha mengungkap kebenaran dengan mengedepankan suara nuraninya sebagai guru pamong praja, menyikapi ancaman itu dengan bijaksana. Penulis buku 4 2 judul buku dan kar ya tulis, di antaranya "Filsafat Kehidupan, Filsafat Pemerintahan, serta Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an" itu tak gentar karena ia yakin atas niat baiknya untuk mengubah pola pendidikan di IPDN agar lebih humanis.

"Sesakit apa pun, sekalipun diinjak dan ditindas, insan manusia semestinya tetap menyuarakan kebenaran. Inilah yang berkali-kali coba saya sampaikan lewat kuliah filsafat kepada mahasiswa IPDN. Nyatanya, mereka memang tidak pernah mau memahami," ungkap pria yang suka berdakwah di masjid ini sebagaimana dirilis Kompas 12/4/2007.

Semula, Inu tidak percaya di kampus pencetak pamong itu berlangsung kekerasan. "Dia itu sebelumnya enggak pernah percaya kalau ada kekerasan di IPDN," papar istrinya, Indah Prasetyati. "Saat anak teman saya dipukuli sampai babak belur dan lari, ia malah menyuruhnya kembali ke barak. Barulah saat muncul kasus praja putri yang sampai tidak sadar, lalu memilih keluar dan bekerja di bengkel, dia mulai curiga. Kasusnya kok bertubi? Ini ditambah laporan tentang dugaan penganiayaan Wahyu. Dari sini dia mulai percaya."

Mendalami Filsafat dan Agama
Lulusan Program Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada (lulus 1990), itu sudah ditinggal ibunya (meninggal) semasih duduk di SMA. Akibat kematian ibunya, Ini sempat bertanya dan menyalahkan Tuhan. "Mengapa Dia tega mengambil orang yang saya kasihi?" gumamnya. Akibatnya, Inu sempat ’lari’ dari Tuhan, meski tak berlangsung lama. Lalu ia sadar, ternyata bersahabat dengan Tuhan itu menyenangkan.

Kemudian dalam pergumulannya, Inu banyak mempelajari ilmu filsafat dan keagamaan. Ketertarikan pada dua bidang ini kemudian dituangkannya dalam ide-ide penulisan. Inu telah menulis 42 judul buku dan karya tulis, di antaranya berjudul: Filsafat Kehidupan, Filsafat Pemerintahan, serta Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an.

Berbekal pendalaman filsafat dan keagamaan itu, Inu dan keluarganya hingga kini memilih hidup dalam kebersahajaan. Ia bersama istri dan tiga anaknya tinggal di rumah dinas yang sebetulnya merupakan jatah untuk dosen golongan II, bukan golongan IV seperti dirinya. Bepergian ke mana- mana pun dia kerap menggunakan angkutan umum. Baginya, kesederhanaan adalah sebuah pilihan hidup.

DPR Protes
Dalam suara kebenaran dalam kesendiriannya di kampus IPDN, Inu boleh terhibur, karena di luar kampus ia mendapat dukungan luas. Berbagai elemen mahasiswa juga bernjuk rasa menuntut kekerasan di IPDN dihentikan. Bahkan DPR pun ikut memprotes keras sanksi terhadapnya, karena keterbukaannya membuka kasus-kasus kekerasan mahasiswa di IPDN.

Ketua FPDIP Tjahyo Kumolo kepada wartawan di Gedung DPR/MPR, menyatakan, sanksi yang dijatuhkan kepada Inu Kencana Syafiie dengan memberhentikannya dari kegiatan mengajar sekaligus sebagai PNS itu sangat berlebihan dan reaksioner.

Sebagai dosen, terang dia, seharusnya Rektor IPDN dan Depdagri berterima kasih dan memberikan penghargaan, sehingga kekerasan itu bisa terbuka kepada masyarakat.

“Kekerasan yang terjadi di kampus IPDN akan sangat sulit dihilangkan jika sistem secara keseluruhan tidak diperbaiki. Karena itu agar tujuan pendidikan IPDN yang bertujuan menyiapkan pamong-pamong yang profesional dan bertanggungjawab itu terpenuhi, seharusnya Depdagri berani mengambil langkah revolusioner dengan mengganti semua pimpinan, pengajar, dan staf administrasi di IPDN, ” kata Tjahyo.

Menurutnya, IPDN perlu menghentikan penerimaan mahasiswa baru dan meleburkan mahasiswa lama dengan universitas lain, karena mahasiswa IPDN yang ada sekarang sudah terkontaminasi perilaku kriminal yang dilaklukan oleh senior-senior sebelumnya. Setelah itu, baru kembali ke sistem, kurikulum, dan metode pembinaan pengajaran yang sesuai dengan asas pendidikan.

“Jadi, semua harus baru. Baik dari pimpinanya maupun kurikulum dan sistemnya, " usul dia.

Yang pasti dengan kasus kekerasan tersebut DPR akan mengevaluasi seluruh pendidikan kedinasan yang berada di bawah departemen. Supaya kekerasan ala militer itu tidak berpengaruh terhadap pendidikan tinggi yang lain, sebaiknya dari sekarang IPDN stop menerima mahasiswa baru. Sedangkan mahasiswa yang sudah ada dilanjutkanya dan jika IPDN harus ditutup, mahasiswanya dilebur ke universitas yang lain.

Anggota dewan lainnya, Wakil Ketua Komisi X DPR Prof. Dr. Anwar Arifin mengatakan, IPDN harus berhenti menerima mahasiswa baru dan kasus matinya mahasiswa Cliff Muntu harus dijadikan pelajaran dan evaluasi bagi sistem pendidikan yang sesuai dengan UU Sisdiknas.

“Yang jelas seluruh pendidikan kedinasan di bawah departemen, selain pendidikan tentara dan polisi, harus dikembalikan ke Depdiknas, yaitu dengan memasukkan calon-calon birokrat tersebut ke universitas-universitas umum, ” tutur Anwar.

Dijelaskannya, selama ini IPDN tidak tersentuh dengan disiplin ilmu yang lain sehingga mengakibatkan mereka menjadi arogan dan terbiasa dengan kekerasan fisik yang tidak manusiawi.

"Depdiknas bersama Komisi X DPR selama ini sudah membahas sekolah kedinasan yang ada dan hasilnya mengarah ke 3 opsi. Yaitu diintegrasikan dengan universitas negeri, berubah menjadi swasta, atau dibubarkan. ”

Meski ketiga opsi tersebut belum diputuskan, namun DPR dan Depdiknas cenderung memilih opsi yang pertama, yaitu dilebur atau diintegrasikan ke universitas negeri yang ada. ►e-ti

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Roy Suryo

Tekuni Komputer dan Fotografi
GELAR raden mas di depan namanya pertanda dia keturunan darah biru. Ayahnya Prof. Dr. dr. KPH Soejono Prawirohadikusumo SPs SP Kd. Ibunya, R Ay Soeratmijati Notonegoro. Sejak kecil ia banyak teman main di kampung belakang rumahnya. Bermain gundu atau layang-layang. "Saya jadi lebih terbuka dan dapat menghormati orang lain," tuturnya.

Sejak SD sampai SMA, ia sudah gemar merakit elektronik. Walau setamat SMA ia masuk Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, hobinya tak ditinggalkan.

Roy menekuni komputer dan fotografi. Tanpa ia sadari, waktu itu, penggabungan komputer dan fotografi itulah multimedia. Sejak kuliah ia sudah mampu membuat virus komputer dan memahami bahasa program dan tetek bengek komputer. “Tapi saya tak bisa aplikasi program Lotus,” katanya.

Namanya berkibar saat kasus Andi Ghalib terekspose. Kasus pembicaraan antara presiden, waktu itu, Habibie dan Andi Ghalib saat menjabat Jaksa Agung. Roy Suryo berhasil membuktikan bahwa rekaman pembicaraan kedua orang itu asli. Ia juga membuktikan keabsahan foto Gus Dur dan Aryati Sitepu. Bak detektif, ia ikut pula menguber Tommy Soeharto yang kabur dari penjara. Toh meski deretan kasus yang ia bongkar mengendap, Roy tak pernah kecewa."Yang penting bagi saya adalah pembuktian secara keilmuan. Kalau menyangkut urusan politik, saya tak ikut campur," katanya. Karena kegiatannya selalu berhubungan dengan sadap menyadap, sang kakak selalu mengatakan: "Awas ada tukang sadap!"

Ke mana-mana suami Ririen itu selalu ditemani benda pusaka: tiga handphone, sebuah handy talkie, dan laptop. Itu belum apa-apa. Delapan parabola dan sepuluh televisi ngendon di rumahnya—beberapa rakitan sendiri. Menurut dia, letak Indonesia di garis katulistiwa kerap dilewati berbagai satelit, "Bodoh kalau kita tak memanfaatkannya untuk gratisan," tuturnya sambil terbahak. Kesepuluh televisi itu ada di berbagai sudut rumahnya, termasuk di kamar mandi. Dan itulah tempat favoritnya membaca buku, atau mandi sambil nonton televisi.

Sejak SMA Roy gemar berpetualang, meski ia tahu benar orangtuanya bakal melarang. Apa akal? Hanya camping, pamitnya pada kedua orang tuanya. Dan karena itu ia selalu lolos dari pengawasan. Suatu ketika petualangan itu terulang. Ia membeli rongsokan Mercy seharga Rp 600 ribu di Jakarta. Diperbaikinya lalu dibawa ke Yogja seorang diri, di jalan ada saja masalah ban copot, garda patah, sampai mesin ngadat. Tapi itulah asyiknya katanya.

Cara tidurnya tidak biasa: tidur di atas jam tiga dini hari dan bangun pukul 05.00. Kesempatan lain untuk tidur di taksi atau pesawat. "Bukan waktu tapi kualitasnya," komentarnya soal tidurnya. Dan sang istri yang dipacarinya selama delapan tahun itu mengerti benar. Ia tak perlu menemaninya begadang, "Ia sudah tahu kebiasaan saya," katanya.


*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)