Selamat Jalan Bapa Suci
Dunia pasrah dan berduka atas wafatnya Bapa Suci, pimpinan Roma Katholik dan Pimpinan Negara Vatikan, Paus Yohanes Paulus II pada Sabtu (2/4/2005) pukul 21.37 waktu Italia atau Minggu (3/4/2005) pukul 02.37 WIB. Pihak Tahta Suci mengumumkan secara resmi telah berpulangnya Sri Paus di hadapan sekitar 70 ribu manusia memadati Lapangan Santo Petrus.
Mereka makin banyak berkumpul di lapangan itu sejak ada berita bahwa Paus mendapat Sakramen Perminyakan Orang Sakit, yang merupakan sakramen terakhir bagi umat Katolik di ambang ajal.
Bahkan sejak sakit berat Paus diumumkan, beberapa acara penting televisi Italia (RAI) dibatalkan. Termasuk, pertandingan sepak bola Seri A dan B ditangguhkan untuk menghormati Paus. Saat itu, Paus sudah dalam kondisi tidak sadar dan hanya bisa bernapas pendek-pendek dengan alat bantu. Kondisinya, menurut juru bicara Vatikan Joaquin Navarro Valls, sangat lemah karena jantung dan ginjalnya gagal berfungsi.
Kesehatan Sri Paus, 84, yang menderita penyakit parkinson dan sejak lama menggunakan kursi roda, mendadak turun drastis pada Kamis malam. Namun Paus sempat sadarkan diri pada Sabtu subuh. Dia berbicara, matanya terbuka dan dalam keadaan sadar, lalu terlihat ingin tidur.
Menurut aturan Tahta Suci Roma Katholik, pertemuan para kardinal untuk memilih Paus (conclave) harus sudah dilakukan tidak boleh kurang dari 15 hari dan tidak boleh lebih dari 20 hari sesudah Paus meninggal. Waktu 15 hari dimaksudkan untuk persiapan penguburan dan masa berkabung. Biasanya Paus dimakamkan sesudah sekitar enam hari.
Paus Yohanes Paulus II adalah seorang anak Polandia bernama Karol Jozef Wojtyla. Lahir pada 18 Mei 1920 di Wadowice, sebuah kota dengan 8.000 umat Katolik dan 2.000 orang Yahudi, 56 kilometer di barat daya Krakow. memanggil Wojtyla dengan nama "Lolek".
Dia anak kedua dari Karol Wojtyla (ayah) seorang penjahit dan pensiunan tentara dan Emilia Kaczorowska Wojtyla (ibu) seorang guru sekolah. Pada saat kecil, dia dipanggil teman-temannya Lolek. Pada masa muda, dia gemar main sepakbola sebagai penjaga gawang, juga gemar berenang di Sungai Skawa, serta bermain ski, mendaki gunung dan naik kayak.
Namun masa kecil dan remajanya tidak sebahagia teman-temannya. Saat berumur sembilan tahun, ibu yang dicintainya wafat karena sakit jantung (1929). Tiga tahun kemudian kakak laki-lakinya meninggal. Sebelum ia lahir, kakak perempuannya yang masih kecil meninggal dunia. Bahkan dia sendiri nyaris tewas dua kali akibat tertabrak mobil dan tertabrak truk (1944). Dia luka-luka namun tidak cacat.
Sepeninggalan ibu dan saudaranya, Lolek dan ayahnya hidup di sebuah Spartan, apartemen satu kamar di belakang gereja. Ayahnya, Wojtyla membesarkan dan mendidik Lolek dengan disiplin seperti tentara dan belajar agama. Ayahnya ingin Lolek kelak menjadi pelayan Tuhan. Lolek sendiri gemar puisi, teater dan agama.
Setelah lulus sekolah menengah (1938), Lolek dan ayahnya pindah ke Krakow. Di kota ini, ia belajar sastra dan filsafat di Universitas Jagiellonian. Kesempatan baik baginya bergabung dengan kelompok pembaca puisi dan kelompok diskusi sastra.
Ketika Jerman menyerang Polandia (1940), Lolek bekerja sebagai seorang pemotong batu, untuk menghindari penjara. Tak lama kemudian, Februari 1941, ayahnya meninggal dunia dalam usia 61, tanpa sempat melihat Lolek menjadi pastor.
Sekitar 18 bulan berikutnya, Lolek memulai memenuhi harapan ayahnya untuk menjadi pastor. Dia belajar di sebuah seminari bawah tanah di Krakow, sekaligus belajar teologi di universitas. Ketika itu, ada larangan dari penguasa Jerman, sehingga harus belajar sembunyi-sembunyi. Dia belajar sembari bekerja di sebuah pabrik hingga Agustus 1944.
Kemudian tentara Jerman mulai menangkapi pemuda-pemuda Polandia, Wojtyla bersembunyi di rumah uskup Krakow hingga perang berakhir. Pada tahun 1946, dia ditahbiskan sebagai pastor di Krakow. Di tengah kesibukannya, dia terus melanjutkan sekolah hingga meraih dua gelar sarjana dan sebuah gelar doktor. Setelah itu, dia bertugas sebagai asisten pastor Krakow (1949).
Pengalaman awalnya sebagai pastor, Wojtyla bertugas sebagai pastor pembimbing mahasiswa di Gereja St. Florian, Krakow. Gereja itu berdekatan dengan Universitas Jagiellonian, tempatnya mengerjakan doktoral keduanya dalam bidang filsafat.
Ketika itu (1954) pemerintah komunis Polandia menghapuskan departemen theologi dari universitas. Seluruh fakultas digabungkan ke Seminari Krakow. Wojtyla pun melanjutkan belajar di situ. Pada saat itu, ia juga diminta mengajar di Universitas Katolik Lublin - satu-satunya universitas Katolik di negara komunis. Sehingga Wojtyla harus bolak-balik Lublin-Krakow.
Dua tahun kemudian (1956), Wojtyla bertugas sebagai Pimpinan Studi Etika di Universitas. Karirnya di hirarki gereja pun naik pesat setelah ia dinobatkan sebagai pembantu uskup Krakow. Ketika Konsili Vatikan II dimulai (1962), Wojtyla menyumbang gagasan terutama dalam hal kebebasan beragama.
Kemudian, dia ditunjuk menjadi pejabat uskup Krakow ketika pendahulunya wafat. Dia uskup yang cerdas, tegas namun bersahabat, luwes, pendengar yang baik, memiliki selera humor yang segar. dan sangat suci. Namanya mulai menonjol di antara uskup lainnya.
Maka tak heran bila pada tahun 1967, Paus Paulus VI menunjuknya sebagai kardinal Gereja Katolik Polandia. Saat itu pemerintah komunis Polandia tidak keberatan karena sifat-sifatnya yang baik tersebut. Pada hal saat itu, gereja dan masyarakat berada di bawah tekanan pemerintah komunis. Ketika itu, Gereja Katolik Polandia menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan-perasaan nasionalisme warganya.
Kardinal Wojtyla memainkan peran dengan sangat baik. Dia seringkali memposisikan diri sebagai penentang komunisme. Dia pun mengakomodir dan mengarahkan ekspresi-ekspresi warga dengan sangat elegan sehingga tidak sampai memprovokasi reaksi brutal pemerintah komunis. Pada masa-masa sulit itu pula, Kardinal Wojtyla banyak menulis mengenai etika dan filsafat.
September 1978, Paus Yohanes Paulus I wafat akibat serangan jantung, yang menjadi Paus hanya selama 34 hari. Para kardinal dari seluruh dunia berkumpul untuk memilih penggantinya. Para kardinal sangat sulit menemukan kata sepakat setelah tujuh kali pemungutan suara. Lalu ketika petang hari 16 Oktober 1978, dilakukan putaran ke delapan, muncul nama Wojtyla. Kardinal Wojtyla dari negara komunis Polandia terpilih menjadi Paus.
Wojtyla menerima hasil pemilihan itu dengan mata berkaca-kaca. Sebelumnya, tidak seorang pun menyangka bahwa Wojtyla bakal dipilih sebagai Paus. Wojtyla sendiri bahkan sudah memiliki tiket pulang ke Polandia. Ia Paus non-Italia pertama sejak 455 tahun (yang terakhir adalah Paus Adrian VI tahun 1523). Juga Paus termuda (58 tahun) dalam 132 tahun terakhir.
Wojtyla kemudian memilih nama sama seperti pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II, dan menjadi Paus Slav yang pertama. "Saya gentar menerima tugas ini. Tetapi saya menerimanya dengan semangat kepasrahan pada Tuhan dan kepercayaan sepenuhnya terhadap Bunda Maria yang suci," katanya ketika itu kepada umat yang menunggu di Lapangan Santo Petrus.
Dalam kepemimpinnya sebagai Paus, dia telah melakukan pembaharuan gereja dan dunia. Paus satu-satunya paus yang pernah masuk komik - karya Marvel (1983) ini berbeda dengan paus-paus sebelumnya yang lebih banyak berdiam di Roma. Paus Yohanes Paulus II yang bisa berbicara dalam delapan bahasa itu muncul di mana-mana dan menjadi pemberitaan di seluruh dunia. Dia Paus paling banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Dia telah mengunjungi lebih dari 115 negara, termasuk Indonesia (1989). Dia juga selalu mencium bumi negeri yang dikunjunginya.
Pada tahun 1994, majalah Time memilihnya sebagai Man of the Year, karena dianggap menggetarkan hati banyak orang. Andrew M. Greeley dalam bukunya "The Making of Popes 1978", menuliskan, "Gerakannya, kehadirannya, senyumnya, gerakan tubuhnya, rasa bersahabat di matanya, telah membuat senang setiap orang. Ia selalu menjabat tangan, tersenyum, berbicara dan memberkati anak-anak."
Namun seorang warga Turki bernama Mehmet Ali Agca pernah menembaknya dua kali dalam suatu percobaan pembunuhan (1981) di Lapangan Santo Petrus. Tak lama kemudian Paus mengunjungi penembaknya di penjara dan memaafkan dia. Ketika itu Agca pun sempat berkata, "Bagaimana mungkin aku tidak bisa membunuh Anda?"
Dia sungguh Paus yang disenangi banyak orang. Kendati selalu saja ada orang yang tidak menyukai bahkan memusuhinya. Dia memang sering memperingatkan bahayanya materialisme, egoisme dan sekularisme. Ia juga menyerukan penurunan standar hidup di beberapa negara maju seperti AS bisa berbagi dengan negara dunia ketiga. Paus menegaskan bahwa materialisme bukanlah jawaban bagi dunia. Dia juga menolak perang, termasuk invasi AS ke Afghanistan dan Irak. Dia juga menentang aborsi, kontrasepsi, dan euthanasia. Baginya bayi di dalam kandungan adalah kehidupan yang harus dibela.
Sungguh, dunia kehilangan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II ini. Namun namanya pastilah dikenang sepanjang masa. Selamat Jalan! ► e-ti/ tsl, dari berbagai sumber
Nama:
Paus Yohanes Paulus II
Nama Asli
Karol Jozef Wojtyla
Nama Panggilan:
Lolek
Lahir:
Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920
Meninggal:
Vatikan, Sabtu 2 April 2005 pukul 21.37 waktu Italia atau Minggu 3 April 2005 pukul 02.37 WIB
Jabatan:
- Paus Roma Katholik 16 Oktober 1978
- Pimpinan Negara Vatikan
- Uskup Roma
- Vikaris (Wakil) Kristus
- Penerus Santo Petrus
- Uskup Agung Gereja Katolik Sedunia
- Kardinal Gereja Katolik Polandia 1967
Ayah:
Karol Wojtyla
Ibu:
Emilia Kaczorowska Wojtyla
Paus Yohanes Paulus II
Nama Asli
Karol Jozef Wojtyla
Nama Panggilan:
Lolek
Lahir:
Wadowice, Polandia, 18 Mei 1920
Meninggal:
Vatikan, Sabtu 2 April 2005 pukul 21.37 waktu Italia atau Minggu 3 April 2005 pukul 02.37 WIB
Jabatan:
- Paus Roma Katholik 16 Oktober 1978
- Pimpinan Negara Vatikan
- Uskup Roma
- Vikaris (Wakil) Kristus
- Penerus Santo Petrus
- Uskup Agung Gereja Katolik Sedunia
- Kardinal Gereja Katolik Polandia 1967
Ayah:
Karol Wojtyla
Ibu:
Emilia Kaczorowska Wojtyla
Tidak ada komentar:
Posting Komentar