14 Mei 2008

Ismail Marzuki

Siapa yang tidak kenal dengan tembang Rayuan Pulau Kelapa, Sepasang Mata Bola dan Bandung Selatan di Waktu Malam? Tembang - tembang klasik tersebut adalah karya Ismail Marzuki, salah satu komposer dan pencipta lagu terbaik milik Indonesia. Komposisi yang diciptakannya masih dikenang orang hingga kini, begitu pula namanya diabadikan pada sebuah gedung kesenian besar di ibukota Jakarta.

Ismail Marzuki yang kelahiran Kwitang, Jakarta ini memang memiliki bakat seni yang sulit dicari bandingannya. Sosoknya pun mengagumkan. Ia terkenal sebagai pemuda yang berkepribadian luhur dan tergolong anak pintar. Ismail sejak muda senang tampil necis. Bajunya disetrika licin, sepatunya mengkilat dan ia senang berdasi.

Darah seni Ismail mengalir dari ayahnya, Marzuki, yang saat itu seorang pegawai di perusahaan Ford Reparatieer TIO. Pak Marzuki dikenal gemar memainkan kecapi dan piawai melagukan syair-syair yang bernapaskan Islam. Jadi tidak aneh kalau kemudian Ismail sejak kecil sudah tertarik dengan lagu-lagu.

Di rumah keluarga Marzuki ada gramofon dan piringan hitam yang cukup banyak jumlahnya. Jenis lagunya sendiri sangat beragam, mulai dari keroncong, jali-jali, cokek, sampai gambus. Ismail pun tak segan mengeluarkan uang sakunya untuk membeli piringan hitam lagu Barat, khususnya Perancis dan Italia. Banyak nantinya karya yang diciptakan Ismail memiliki irama Latin, seperti rumba, tango dan beguine. Ismail memang sangat menyukai lagu-lagu berirama itu.

Setelah menyelesaikan pendidikan MULO atau setingkat SLTP, Ismail kemudian mengikuti panggilan hatinya untuk bekerja dalam musik. Setelah sempat bekerja di sebuah toko penjual piringan hitam, Ismail akhirnya masuk ke perkumpulan orkes Lief Java. Di sini ia menjadi pemain gitar, saksofon dan akordion.

Karirnya semakin bersinar setelah Belanda membentuk sebuah radio yang diberi nama Nederlands Indische Radio Omroep Maatshappij (NIROM). Orkes Lief Java, tempat Ismail bermain, diberi kesempatan untuk mengisi siaran musik. Bakat dan jiwa musik Ismail makin berkembang luas. Selain makin banyak menggubah lagu, Ismail pun juga banyak menyanyi, dan suaranya banyak didengar dan dikenal masyarakat melalui NIROM.

Namun, sang ayah, walau pun menyukai dunia musik, tidak begitu setuju dengan karir Ismail di jalur musik. Beliau kuatir dengan asumsi masyarakat pada saat itu yang masih memandang rendah profesi seniman. Sebaliknya, Ismail tidak terpengaruh dengan pencitraan yang dibuat oleh Belanda tersebut. Bahkan setiap naik kelas, ia selalu minta dibelikan berbagai macam alat musik, macam harmonika, mandolin dsb.

Ismail yang memiliki bakat dan fasilitas bermusik yang besar tidak menyia-nyiakan karunia yang ada. Ia pun mengembangkan kemampuan musiknya lebih jauh lagi dengan mencoba untuk menggubah lagu. Karya pertamanya yang berjudul O Sarinah pun lahir di tahun 1931, ketika usianya 17 tahun. Tembang ini bermakna lebih dari sekadar nama seorang wanita, tetapi juga perlambang bangsa yang tertindas penjajah.

Ismail memang memiliki semangat cinta dan penuh pujaan terhadap Tanah Air. Peran sang ayah sangat besar dalam membentuk kepribadian tersebut. Beliau terus mendorong agar Ismail tidak kehilangan kepekaan terhadap nasib bangsanya dan mampu berkembang tanpa dikotak-kotakkan oleh golongan kesukuan.

Proses penciptaan musik dalam karir Ismail Marzuki dibagi dalam dua periode besar, yakni pada periode Hindia-Belanda dan periode pendudukan Jepang serta revolusi kemerdekaan. Pada periode pertama, karya Ismail banyak dipengaruhi oleh irama musik yang terkenal saat itu, yakni jazz, hawaiia, seriosa/klasik ringan dan keroncong. Karyanya yang terkenal adalah Keroncong Serenata, Kasim Baba, Bandaneira dan Lenggang Bandung.

Periode kedua pada jaman penjajahan Jepang, Ismail aktif dalam orkes radionya Jepang. Tembang-tembang macam Rayuan Pulau Kelapa, Sampul Surat, dan Karangan Bunga dari Selatan lahir di jaman ini. Sementara lagu-lagu perjuangan yang paling masyhur muncul semasa Revolusi Perang Kemerdekaan 1945-1950, antara lain Sepasang Mata Bola (1946), Melati di Tapal Batas (1947), Bandung Selatan di Waktu Malam (1948), Selamat Datang Pahlawan Muda (1949).

Dengan proses kreatif yang produktif dalam rentang 27 tahun menjadi komponis, Ismail Marzuki telah menciptakan lebih dari 200 lagu. Banyak penghargaan seni yang diberikan kepada Ismail karena dedikasi pada musik, perjuangan dan kecintaannya pada Tanah Air. Salah satunya adalah Piagam Wijayakusuma yang diberikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1961.

- Dirangkum dari berbagai sumber.


1 komentar:

Indra Aziz mengatakan...

halo, tulisannya bagus sekali. apa bisa inta izin untuk copy ke website saya? link blog ini tentu akan dicantumkan. terima kasih